Sejumlah ahli virologi berpikir tidak mungkin seorang pasien COVID-19 bisa terinfeksi kembali untuk kedua kalinya begitu cepat setelah mereka dinyatakan sembuh. Namun mereka juga menolak cepat-cepat menyimpulkan.
Adapun pemerintah Cina tak menghitung mereka yang sudah sembuh namun positif kembali itu dalam data terbaru kasus COVID-19. Cina juga tak memasukkan dalam hitungan mereka, kasus positif yang tidak disertai gejala sakit.
Seluruh empat orang itu kini diisolasi di bawah pengawasan medis. Belum jelas apakah mereka bisa menularkan penyakitnya atau kenapa mereka menjadi positif setelah sebelumnya negatif.
Kemungkinannya adalah mereka mendapat hasil negatif palsu sebelumnya. Ini mungkin terjadi jika pemeriksaan menggunakan sampel swab meleset mendeteksi virus. Dokter Li Wenliang, misalnya, berulang kali dinyatakan negatif virus corona sebelum terbukti positif.
Pada February, Wang Chen, direktur di Chinese Academy of Medical Sciences, menduga uji asam nukleat yang digunakan di negara itu dalam mengidentifikasi kasus positif corona hanya akurat 30-50 persen. Teori lain adalah karena tes memperbesar bagian kecil dari DNA sehingga sisa virus dari infeksi yang pertama bisa memberi hasil positif palsu di tes yang kedua.
"Ada beberapa hasil positif yang palsu di pemeriksaan jenis ini," kata Jeffrey Shaman, profesor kesehatan lingkungan di Columbia University, Amerika Serikat. Shaman adalah anggota tim peneliti dari sebuah studi pemodelan yang menunjukkan kalau penularan oleh individu-individu yang tidak sakit menjadi motor wabah di Wuhan.
NPR