TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Pakar Gugus Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito mengatakan dalam rangka pencegahan COVID-19, penyemprotan disinfektan dengan cara mirip pengasapan (fogging) tidak dianjurkan. Dia menunjuk kepada praktik yang marak berupa bilik atau chamber sterilisasi yang menurutnya berbahaya bagi kulit.
"Tidak dianjurkan secara berlebihan seperti 'fogging' karena dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan mengganggu pernapasan," kata Wiku dalam konferensi pers yang diadakan bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Jakarta, Senin 30 Maret 2020.
Dia menuturkan bahwa dalam rangka pencegahan COVID-19, penggunaan cairan disinfektan di area publik, transportasi, pasar, tempat ibadah, sekolah dan rumah makan, perlu memperhatikan komposisi dan jenis bahan aktif yang digunakan. Dia berharap tidak ada penggunaan yang berlebihan karena cairan disinfektan digunakan spesifik pada lokasi dan benda-benda, seperti lantai, kursi, meja, gagang pintu, tombol lift, tangga jalan (eskalator), mesin anjungan tunai mandiri (ATM), etalase, dan wastafel.
Setelah menyemprotkan disinfektan ke permukaan benda, kata Wiku, sebaiknya satu menit kemudian dilakukan proses mengelap permukaan benda itu dengan menggunakan sarung tangan. Menurut dia, efektivitas cairan disinfektan juga bersifat sementara. "Penyemprotan disinfektan tidak akan melindungi diri dari virus jika berkontak erat dengan orang sakit."
Disinfektan, katanya, merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk proses dekontaminasi yang membunuh mikroorganisme, yakni virus dan bakteri pada permukaan benda mati, seperti lantai, meja, peralatan medis dan benda lain yang sering disentuh.
Dalam rangka pencegahan COVID-19, Wiku menuturkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir adalah cara yang paling ampuh untuk membunuh virus. Namun, apabila tidak bisa mencuci tangan segera, maka bisa menggunakan cairan pembersih tangan dengan bijak dan aman.