TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi baru mengungkap bahwa pasien dengan infeksi COVID-19 kemungkinan kehilangan indra penciuman, sebuah kondisi yang dikenal sebagai anosmia. Sementara, beberapa virus corona sebelumnya telah diketahui menyebabkan hilangnya penciuman, menurut British Rhinological Society.
Laporan dari beberapa negara yang paling terpukul menunjukkan virus corona baru ini - dijuluki SARS-CoV-2 - telah melumpuhkan kemampuan pasien untuk mendeteksi aroma. Kondisi ini tampaknya sangat luas sehingga beberapa asosiasi medis menyarankan hal itu harus ditambahkan ke gejala untuk skrining infeksi COVID-19, sebagaimana dilaporkan CNET, 31 Maret 2020.
Dalam sebuah studi baru, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat dan diserahkan ke repositori bioRxiv pada 28 Maret, sekelompok ilmuwan Harvard mengeksplorasi hubungan antara virus dan hilangnya penciuman dengan memeriksa gen-gen dalam sistem penciuman, yaitu hidung dan jalur yang menyampaikan informasi "bau" ke otak.
"Tampaknya ada hubungan yang kuat antara pengembangan gangguan dalam penciuman dan menderita COVID-19," kata Sandeep R. Datta, seorang neurobiologis dan penulis utama publikasi pra-cetak, dalam sebuah pernyataan kepada Harvard Crimson. "Sepertinya ini mungkin salah satu ciri khas penyakit ini."
Para ilmuwan telah menunjukkan SARS-CoV-2 menginfeksi sel melalui penggunaan protein lonjakan, yang memungkinkan virus untuk mengunci permukaan sel manusia melalui reseptor yang dikenal sebagai ACE2.
Protein lonjakan itu beradaptasi ke tempatnya seperti USB di slot USB dan memungkinkan virus corona untuk membajak sel. Protein itu menyebabkan SARS-CoV-2 membuat lebih banyak salinan sendiri, tetapi juga dapat merusak sel.
Datta dan timnya curiga bahwa sel-sel saraf yang bertanggung jawab atas penciuman dapat rusak oleh virus itu dan karenanya mencari melalui kumpulan data untuk melihat apakah sel-sel tersebut mengandung ACE2 dan satu protein lain yang membantu SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel. Hasilnya mengejutkan.
Dataset mengungkap bukan sel saraf yang dimasuki SARS-CoV-2, tetapi subset berbeda dari sel "epitel" - sel pada permukaan di dalam hidung. Subset tertentu dari sel-sel yang berkelanjutan, juga dapat terpengaruh secara negatif, yang dapat bermanifestasi sebagai hilangnya penciuman.
Apakah COVID-19 dapat menyebabkan kehilangan bau permanen masih harus diteliti. Menulis di Conversation, Carl Philpott, seorang ahli rinologi di Universitas East Anglia, menyatakan terlalu dini untuk mengatakan apa kerusakan jangka panjangnya.
Karya Datta dan rekannya menyebutkan efeknya mungkin tahan lama - karena SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi sel-sel induk, sel-sel yang akhirnya matang menjadi sel-sel fungsional di hidung.
Penulis penelitian menyimpulkan percobaan lebih lanjut akan diperlukan untuk secara definitif menunjukkan bagaimana indera penciuman kita dipengaruhi oleh COVID-19, tetapi tampaknya lebih jelas bahwa kita harus waspada terhadap anosmia sebagai gejala infeksi.
CNET | CONVERSATION