TEMPO.CO, Jakarta - Metode dan alat baru untuk menguji ada atau tidaknya infeksi virus corona COVID-19 berbasis teknologi kecerdasan buatan (AI) dinilai potensial untuk diterapkan di Indonesia. Alat uji itu, tanpa tes darah dan swab (pengambilan sampel lendir dari tenggorokan), bisa mengatasi masalah kelangkaan alat uji dan kecepatan mendapatkan hasilnya.
Praktisi teknologi AI, Karim Taslim, mengatakan saat ini telah berkembang metode baru itu yang disebutnya yang tak kalah akurat dengan tes darah ataupun genetika. Menurutnya, solusi AI itu telah digunakan di Wuhan, China, dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.
Alat baru berbasis AI tersebut, kata Karim, potensial diterapkan di Indonesia karena dapat dipasang terhubung ke alat pemindai computed tomography atau CT Scan yang umumnya sudah dimiliki semua RSUD di Indonesia. “Kecepatan pembacaannya hanya dalam hitungan 10 detik karena memang menggunakan teknologi Artificial Intelligence,” kata Karim, Kamis 2 April 2020.
Karim menerangkan, alat tersebut diproduksi dengan nama pasar Axial AI (uAI Discover PNA), dikembangkan oleh Shanghai Research Center for Brain Science and Brain-inspired Intelligence bersama China Academic of Sciences, Neurobionix, dan Skymind Laboratory of Neurobionix Research.
Alat tersebut, Karim mengatakan, dikembangkan untuk membantu tim medis mendiagnosis pasien dengan gejala COVID-19 secara lebih cepat. Axial AI juga dapat secara otomatis menganalisis hasil foto CT scan dalam waktu 10 detik dengan akurasi lebih dari 90 persen.
“Sistem ini secara luas telah digunakan di seluruh Wuhan, Provinsi Hubei, dan provinsi lain di China,” katanya. Bahkan rumah sakit khusus COVID-19 di Wuhan yakni Huo Shen Shan dan Lei Shen Shan Hospital, disebutnya telah menggunakan alat itu.
Axial AI ini juga dapat membantu memonitor perkembangan dari pasien COVID-19 karena bisa membandingkan hasil foto CT Scan yang tersimpan di database dengan hasil foto scan terbaru dari waktu ke waktu. Selain itu dalam waktu singkat bisa memberikan kesimpulan apakah kondisi pasien membaik atau memburuk. "Hal itu memungkinkan pasien mendapat penanganan lebih dini dan konsisten."
Karim menerangkan, bentuk alat yang dimaksudnya lebih kecil daripada CPU. Dilengkapi monitor, alat itu hanya perlu dipasangkan di CT scan untuk kemudian memindai bagian paru-paru pasien. "Dengan menggunakan kecanggihan AI dapat langsung diketahui hasil dari pola-pola yang terekam pada paru-paru dan ginjal pasien COVID-19 yang umumnya terganggu," kata dia.