TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrian Syam menanggapi disinfektan berbasis ozon yang dikembangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan diklaim ramah kulit dan lingkungan. “Harus dipastikan tidak mengganggu kesehatan,” ujar dia Minggu malam, 5 April 2020.
Ari menerangkan hal itu dalam diskusi online bertajuik ‘Salah Kaprah Penyemprotan Disinfektan dalam Perangi COVID-19’ yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta melalui WhatsApp. Dia menegaskan bahwa disinfektan tidak diperbolehkan disemprot ke bagian tubuh manusia karena dapat membuat iritasi pada kulit dan mata.
Seperti diketahui, penyemprotan disinfektan banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk bilik atau disemprotkan langsung ke tubuh. Penyemprotan itu dilakukan karena dianggap dapat membunuh dan mencegah penyebaran virus corona yang sedang mewabah di seluruh dunia.
Dalam ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dokter spesialis penyakit dalam itu menambahkan, hanya menyebutkan disinfektan dalam bentuk cair misalnya alkohol dan klorin, serta ultra violet dan berbagai bahan yang banyak digunakan masyarakat. Sehingga, kata dia, untuk yang menggunakan ozon harus benar-benar dipastikan.
“Karena pada dasarnya, disinfektan yang ada sekarang banyak digunakan itu khusus untuk barang-barang tempat yang diduga sebagai sarang virus corona. Seperti meja, sakelar lampu, gagang telepon, gagang pintu, atau lokasi yang biasa disentuh orang, karena bisa jadi sumber penularan,” tutur master di bidang biologi molekuler lulusan University of Queensland, Australia itu.
Disinfektan berbasis ozon LIPI dan ITB itu pertama kali dikenalkan dalam konferensi pers melalui video conference yang digelar Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro, 26 Maret 2020 lalu. Saat itu, Peneliti dari Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Anto Tri Sugiarto, menerangkan, disinfektan berbasis ozon tidak menggunakan bahan kimia.
“Kami menggunakan dan memproduksi apa yang disebutnya nano bubble water. Ozon nano water sangat efektif dalam membunuh bakteri dan virus. Jadi pakai uap air dan ozon, bahan bakunya oksigen, setelah dipakai bisa kembali menjadi oksigen,” tutur Anto.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan timnya, disinfektan ozon dapat membunuh atau mensterilisasi bakteri 100 persen serta bisa membunuh virus dalam waktu 30 detik. “Ini bisa digunakan di walking chamber masjid, pintu masuk MRT, dan tempat lain yang banyak dikunjungi masyarakat,” kata Anto sambil menambahkan, “secara prototipe kami sudah siap.”
Menurut Anto, disinfektan itu sudah dipatenkan berupa alat generator. Harga jualnya dibuat tergantung besarannya, mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. "Alat generator ini nanti masyarakat tidak butuh lagi ngisi karena sudah mengandung disinfektan, cukup isi ulang airnya saja,” katanya.