TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan kajian lintas disiplin terkait dengan korelasi antara iklim dengan penyebaran virus corona COVID-19 di Indonesia.
Penelitian tahap awal ini melibatkan 20 peneliti dari BMKG, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Dalam diskusi online bertajuk ‘Benarkan Iklim Berpengaruh pada Penyebaran COVID-19?’ yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Society of Indonesian Science Journalists (SISJ), dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan para peneliti dikerahkan untuk melacak seluruh informasi ilmiah dari paper-paper terkait hubungan antara iklim dan cuaca dengan penyebaran wabah.
“Kami memiliki tantangan tentang apa yang kami temukan, akhirnya peneliti mikrobologi menyampaikan ternyata ada beberapa paper (penelitian) terkait iklim dengan penyebaran wabah yang menunjukkan ada kolerasi, dan menjelaskan alasannya minimal ada dua hal,” ujar dia, dalam diskusi yang digelar melalui WhatsApp, Selasa malam, 7 April 2020.
Dua alasan tersebut adalah pertama kondisi tubuh manusia dalam suhu rendah, yaitu 10 derajat Celcius atau lebih rendah memang mengalami respons imunitas yang melemah. Apabila suhu meningkat maka respons imunitas juga ikut meningkat. “Jadi ini penjelasan kenapa suhu dan kelembaban udara berpengaruh dalam penyebaran wabah,” kata mantan rektor UGM itu.
Alasan kedua adalah pengaruh dari lingkungan. Dwikorita mengatakan virus terekspos di lingkungan dengan suhu yang rendah 10 derajat Celcius atau kurang dan kelembaban rendah itu lebih stabil dibandingkan pada suhu yang tinggi.
Namun, para peneliti kurang puas dengan hasil tersebut, sehingga mencari temuan lain yang kontra dan menyimpulkan bahwa tidak hanya iklim yang berpengaruh pada penyebaran wabah.
“Akhirnya kami menemukan, selain iklim, penyebaran wabah juga dipengaruhi oleh human demografi dan intervensi kesehatan masyarakat,” tutur peraih gelar PhD earth science dari Leeds University itu.
Menurutnya, dalam teori yang ditemukan, fakta sebenarnya iklim di Indonesia tidak ideal untuk COVID-19, tapi kenapa kasusnya terus meningkat. Melihat hasil temuan studi itu, tim peneliti melakukan kajian dan mensintesiskan bahwa wabah dipengaruhi oleh beberapa faktor selain cuaca pada temperatur rendah 1-9 derajat Celcius atau di bawah 10 derajat Celcius.
“Itu (iklim) bukan satu-satunya yang mengontrol penyebaran wabah, ada faktor yang penting, yaitu demografi, mobilitas orang serta interaksi sosial dan intervensi kesehatan masyarakat. Ini kesimpulan sementara karena waktunya yang singkat dengan mengkaji beberapa paper (penelitian) yang ada dan menganalisisnya,” kata Dwikorita.
Sehingga, Dwikorita yang merupakan profesor geologi lingkungan dan mitigasi bencana UGM itu merekomendasikan, apabila mobilitas sosial bisa diterapkan dengan ketat dan dipatuhi, maka peran suhu udara dan kelembaban benar-benar berarti untuk kondisi tropis di Indonesia.
“Tapi hal itu sulit diwujudkan apabila syarat tadi mobilitas sosial tidak dipenuhi apalagi tidak dilakukan intervensi kesehatan masyarakat secara tepat,” kata Dwikorita.