TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrian Syam berharap Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2020 tentang Persetujuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk Jakarta yang dikeluarkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bisa mencegah penyebaran virus corona COVID-19.
Dokter spesialis penyakit dalam itu menerangkan, aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
“Semangat dari PP ini adalah dilakukan pembatasan sosial sehingga dapat mencegah penyebaran virus,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 April 2020.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan dari awal berupaya mengantisipasi penyebaran virus COVID-19, sehingga meminta kepada Kementerian Kesehatan agar dapat menerapkan PSBB di Jakarta.
Menurut Ari, untuk melaksanakan PSBB, pemerintah daerah harus mendapat izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.
“Jakarta sebagai episentrum utama penyebaran COVID-19 di Indonesia dengan jumlah kasus dan kematian yang meningkat harus menjadi prioritas utama penerapan PSBB,” tutur Ari.
Untuk masyarakat awam, PSBB menjadi sesuatu yang baru dan belum jelas bagaimana implementasinya di lapangan. Menurut Pasal 13 Permen Nomor 9 itu, PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Menurut guru besar ilmu penyakit dalam UI itu, sebagian besar pembatasan tersebut sudah dilaksanakan mengikuti anjuran pemerintah untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah. Walaupun, bagi sebagian masyarakat dengan berbagai alasan tidak bisa melaksanakan ini secara optimal.
“Buat kami dokter dan petugas kesehatan berharap aturan PSBB akan lebih membatasi pergerakan masyarakat di luar,” tutur Ari. “Kita tahu saat ini physical distancing yang dilakukan masyarakat belum optimal mengingat jumlah kasus yang terus meningkat dan tembus 2.000 kasus dengan kematian lebih dari 200.”
Di Jakarta jumlah peningkatan kasus kini kurang lebih mencapai 100 kasus per hari. Selain itu rumah sakit rujukan juga sudah dipenuhi pasien-pasien suspect COVID-19 atau sudah terkonfirmasi COVID-19.
“Setiap hari kami mendengar dokter mengembuskan napas terakhir karena terinfeksi oleh COVID-19 ini,” ujar lulusan master biologi molekular di University of Queensland, Australia itu.
Selain itu ketersediaan alat pelindung diri semakin menipis, sarana prasarana untuk diagnosis swab untuk tenggorakan juga semakin terbatas. Begitu pula media untuk sampel serta reagen untuk mengekstrasi RNA maupun running RT PCR, pemeriksaan molekuler untuk diagnosis pasti dan konfirmasi bahwa seseorang terinfeksi dengan virus atau tidak, termasuk sumber daya manusia dan ventilator yang dibutuhkan.
Keputusan penetapan PSBB, Ari berujar, tentunya sudah memperhitungkan aspek keamanan, sosial dan politik. Oleh karena itu diharapkan tidak akan timbul permasalahan sosial baru dengan adanya PSBB ini. “Konflik di masyarakat tentu akan memperburuk terjadinya penyebaran penyakit ini di tengah masyarakat,” kata dia.
Selain itu, masalah kebutuhan pokok masyarakat harus menjadi prioritas juga. Ari yang juga doktor ilmu biomedik FKUI itu berharap pemerintah daerah sudah mengambil langkah-langkah strategis. Karena, menurutnya, masalah asupan makan menjadi hal yang penting.
Jangan sampai, Ari berkata, orang-orang yang selama ini tetap berada di jalan karena tidak mendapatkan penghasilan dan tidak bisa memberikan nafkah, justru berujung pada kekurangan asupan makan. Dia mengusulkan agar peran RT/RW aktif untuk mengidentifikasi masyarakatnya yang kekurangan makan selama PSBB.
“Saling berbagi dan menyemangati, itu hal yang penting. Apalagi kita mengetahui penyebaran yang luar biasa dari penyakit ini,” tutur Ari yang juga akademisi dan praktisi klinis. “Jadi jika ada masyarakat kita yang mempunyai daya tahan tubuh yang tidak baik, karena asupan makan yang kurang, di situlah risiko untuk menderita infeksi oleh virus ini.”