"Proses pemeriksaan yang dilakukan membuat kualitas dan performa produk terjamin baik," ujar WHO lewat pernyataan tertulisnya.
Sejak COVID-19 mewabah pertama kali di Kota Wuhan, Cina, pada akhir tahun lalu sampai dengan hari ini, WHO mencatat kasus positif telah ditemukan pada 1.317.130 orang di 202 negara dan wilayah. Dari total pasien, 74.304 di antaranya meninggal, sementara lebih dari 300 ribu pasien dinyatakan sembuh.
Banyak negara lalu berlomba dengan penularan virus itu. Sayangnya, beberapa tersandung masalah alat uji yang cacat dan akurat. Ini seperti yang pernah dilaporkan negara seperti Spanyol, Republik Ceko, Belanda, Filipina, dan Malaysia.
Test kit didatangkan karena sudah digunakan lebih dulu dalam penanggulangan wabah virus itu di Cina dan Korea Selatan. Namun Spanyol dan Ceko sama-sama melaporkan masalah akurasi alat-alat uji cepat atau rapid test kit itu. Pemerintah Spanyol sampai mengatakan akan menarik sekitar 8 ribu kit uji yang dibeli dari Shenzhen Bioeasy Biotechnology, Cina, dan sudah terdistribusi di Madrid. Sebanyak 50 ribu lainnya yang belum digunakan pun akan dikembalikan.
Alat-alat itu disebut hanya memiliki akurasi 30 persen, jauh lebih rendah dari standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat, yakni 80 persen, sebagai standar yang diadopsi di Spanyol. Sebagai ganti alat-alat yang dikembalikan itu, Spanyol mendapat janji pengiriman ulang alat yang lebih baik.
Kedutaan Cina di Spanyol berdalih bahwa perusahaan yang dimaksud tidak memiliki lisensi untuk mengekspor alat tes COVID-19. Saat ini Pemerintah Cina sedang menyelidiki Shenzhen Bioeasy Biotechnology atas tuduhan menjual test kit yang cacat dan dengan harga yang mahal ke Spanyol dan Ceko itu. Beijing juga memastikan peralatan