TEMPO.CO, Jakarta - Gangelt di Distrik Heinsberg, Jerman sebelah barat, dituding telah membuka jalan bagi penyakit virus corona 2019 alias COVID-19 mewabah di negeri itu. Per Kamis ini, 9 April 2020, Jerman tercatat sebagai negara keempat terbesar penyumbang jumlah kasus penyakit itu di dunia setelah Amerika Serikat, Spanyol, dan Italia.
Sebagian warga di Jerman marah atas pesta karnaval yang digelar kota itu pada pertengahan Februari lalu. Sebanyak tujuh orang peserta pesta itu terkonfirmasi COVID-19 dan seorang di antaranya menjadi pasien pertama di Jerman yang harus mendapatkan perawatan intensif.
Sejak itu Gangelt dan Heinsberg berkembang menjadi episentrum penularan penyakit virus corona 2019 di Jerman. Hingga saat ini, berdasarkan peta penularan global yang dibuat Johns Hopkins University, Jerman mencatatkan 113 ribu kasus COVID-19 dan sebanyak 2.100 di antaranya meninggal.
Para ilmuwan menyimpulkan kalau pesta-pesta dari kerumunan orang seperti yang terjadi di Gangelt telah berperan besar terhadap cepatnya wabah virus itu meluas. Di awal merebaknya epidemi di Cina, sebuah pesta jamuan makan di Distrik Baibuting, Wuhan, juga berperan yang sama. Atau kegiatan tabligh akbar di Sri Petaling, Malaysia, pada awal Maret.
"Acara-acara massa adalah peluang sempurna untuk virus ini menyebar," kata Niki Popper, matematikawan di Technical University, Wina, Austria, seperti dikutip dari Guardian.
Peran pesta dan karnaval sebagai kluster-kluster penularan itu bisa ditemui di lebih banyak negara. Di Amerika Serikat, misalnya, festival tradisional Mardi Gras diduga telah menjadi katalis untuk penularan lebih luas virus yang sama di New Orleans.
Peserta berdandan seperti Donald Trump saat merayakan Karnaval Mardi Gras di lingkungan Bangsal ke-6 Treme di New Orleans, AS, 13 Februari 2018. Festival Mardi Gras dirayakan di beberapa tempat di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Karibia. Kota penyelenggara yang terkenal ialah Louisiana (AS), Rio de Janeiro (Brasil) dan Venesia (Italia). AP Photo
Hanya berselang beberapa minggu setelah festival yang digelar 25 Februari itu, tepatnya pada 20 Maret, Wali Kota New Orleans mengeluarkan perintah 'di rumah saja' untuk warga kota itu yang segera disusul penutupan seluruh sekolah dan tempat-tempat non bisnis.
Kematian pertama di kota itu akibat COVID-19 terjadi pada 13 Maret dan per 22 Maret sudah ada 837 kasus di Lousiana yang 70 persen di antaranya terkluster di New Orleans. Pada 1 April lalu, angka kematiannya sudah 273 orang.
"Mardi Gras adalah badai yang sempurna karena menyediakan kondisi yang sempurna untuk virus corona itu bisa menyebar," kata Rebekah Gee, kepala divisi layanan kesehatan di Universitas Negara Bagian Lousiana.