Enzim baru ini sebenarnya sudah didapati di tumpukan sampah dedaunan pada 2012 lalu di Jepang. “Dia terlupakan tapi kini beralih menjadi yang terbaik,” kata Alain Marty asal Université de Toulouse, Prancis, dan chief science officer di Carbios.
Enzim baru ini juga juga jauh lebih efektif dari segi biaya. Penelitian membandingkannya dengan membuat plastik baru dari minyak bumi yang disebut akan menghabiskan biaya 25 kali lebih mahal. “Ini benar-benar terobosan dalam produksi dan daur ulang PET,” kata Saleh Jabarin, profesor di University of Toledo, Ohio, Amerika Serikat, dan anggota Komite Saintifik di Carbios.
John McGeehan dari pusat inovasi enzim di University of Portsmouth, Inggris, setuju temuan dari Prancis itu merupakan langkah yang besar. Menurutnya, keuntungan utama dari enzim baru ini bahwa dia tidak memiliki kesulitan dalam membuat bahan plastik murni dari campuran plastik, bahkan botol plastik dengan warna berbeda.
Kohei Oda di Kyoto Institute of Technology, yang melaporkan bakteri pemakan plastik pada 2016, bahkan mendorong segera produksi skala industri."Pekerjaan ini menunjukkan potensi penggunaan hidrolase untuk mengolah limbah botol plastik yang ditumpuk di dunia,” katanya.
Pakar degradasi enzim plastik di Helmholtz Center Berlin, Jerman, Gert Weber, juga mengatakan enzim rekayasa baru mengungguli semua enzim yang dikenal digunakan untuk depolimerisasi plastik sejauh ini. "Temuan ini memungkinkan menggunakan enzim untuk mendaur ulang polimer sintetik lainnya, seperti poliamida atau poliuretan," kata Weber.
Menurut Marty, timnya berharap adanya uji potensi industri dan komersil dari material hasil enzim yang mereka kembangkan itu pada 2021. “Target kami sudah akan ada produksi skala industri pada 2024, 2025,” kata deputi chief executive di Carbios, Martin Stephan, menambahkan.
FUTURISM INTERNATIONAL BUSINESS TIMES | SCIENCE | ARSTECHNICA