TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengumumkan tiga vaksin COVID-19 saat ini telah masuk tahap uji klinis. Ketiganya tidak termasuk 70-an lainnya yang masih dalam pengembangan.
"Kami bekerja sama dengan sejumlah mitra untuk mempercepat pengembangan, produksi dan distribusi vaksin," kata kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Jenewa, Swiss, Rabu 15 April 2020.
Dikutip dari laman resmi WHO, Tedros tidak hanya mengumumkan perkembangan vaksin. Dia juga mengungkap kalau WHO tengah menguji coba sejumlah obat untuk pasien COVID-19. Namun sampai hari ini, belum ada kesimpulan pasti yang menerangkan keampuhan obat karena proses uji coba masih berjalan.
"Lebih dari 90 negara bergabung atau menyampaikan minatnya bergabung dengan Solidarity Trial, dan lebih dari 900 pasien ikut serta dalam uji coba tersebut," kata dia.
Sejumlah obat yang diuji coba adalah Remdesivir; Lopinavir/Ritonavir; Lopinavir/Ritonavir dengan Interferon beta-1a; dan Chloroquine atau Hydroxychloroquine (obat anti-malaria). Indonesia termasuk yang terlibat dalam uji tersebut.
Terkait uji dan pengembangan vaksin, dua raksasa perusahaan farmasi di dunia, GlaxoSmithKline (GSK) dan Sanofi, sebelumnya telah mengumumkan kolaborasi untuk mengembangkan vaksin baru. Mereka menyatakan mengembangkan vaksin COVID-19 yang dilengkapi dengan senyawa yang meningkatkan respons kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu antigen atau vaksin (adjuvanted).
Teknologi senyawa adjuvanted itu yang memungkinkan mengurangi jumlah protein per dosis vaksin, sehingga bisa lebih banyak produksi vaksin untuk lindungi lebih banyak orang. Target mereka adalah membuat vaksin itu tersedia pada paruh kedua 2021.
Sebelumnya, perusahaan farmasi dunia Johnson & Johnson (J&J) juga memberikan pembaruan tentang rencana pengembangan vaksin. Berharap mengantongi data keamanannya pada akhir tahun ini, J&J juga berharap bisa mulai memproduksi 1 miliar dosis vaksinnya itu 2021.
Hingga saat ini, terhitung sejak virus corona jenis baru ini mewabah di Wuhan, Cina, pada Desember lalu, kasus infeksi yang dilaporkan dari seluruh dunia telah tembus dua juta. Dari angka itu, hampir 140 ribu di antaranya adalah korban yang meninggal.