TEMPO.CO, Jenewa - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ragu antibodi dalam darah saja bisa memberikan perlindungan maksimal terhadap reinfeksi (tertular kembali) virus corona. Ahli kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengatakan itu menanggapi perihal pendekatan kekebalan bersama atau herd immunity untuk menghadapi pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini.
Dalam konferensi pers, Jumat 17 April 2020, Ryan menuturkan bahwa walaupun antibodi bekerja efektif, terdapat sedikit tanda bahwa sejumlah besar orang mengembangkan antibodi untuk sebuah herd immunity. Yang terjadi, menurutnya, cukup sedikit populasi yang mengalami serokonversi atau memproduksi antibodi dalam tubuhnya.
"Harapannya bahwa mayoritas dalam masyarakat telah mengembangkan antibodi, tapi bukti umum bertolak belakang dengan harapan itu sehingga antibodi mungkin tidak memecahkan masalah pemerintah," kata Ryan.
Sebelumnya beberapa pakar kesehatan mengusulkan langkah-langkah memerangi pandemi corona antara lain dengan menerapkan strategi kekebalan bersama atau kelompok. Strategi ini diyakini dapat menghentikan penyebaran virus corona dengan membiarkan semua populasi tertular, dengan asumsi tingkat kekebalan masyarakat terhadap corona di atas 70 persen.
Namun, tak sedikit pakar yang menentang usulan itu karena risikonya terlalu tinggi. Apalagi vaksin corona belum ditemukan dan tersedia. Oleh sebab itu, strategi yang umum ditempuh adalah pencegahan penularan dengan memberlakukan karantina wilayah dan menginstruksikan warga masyarakat berdiam di rumah, serta menjaga jarak aman ketika berada di ruang terbuka.
Istilah herd immunity telah viral di grup-grup percakapan di tanah air pada bulan lalu. Ada beragam makna yang menyertai, di antaranya ambang batas dari kekebalan tubuh banyak orang yang dapat menurunkan jumlah kejadian infeksi dengan sendirinya.
Menurut Wakil Ketua Tim Pencegahan dan Kewaspadaan COVID-19 Universitas Padjadjaran, Irvan Afriandi, herd immunity terbentuk dari individu-individu yang memiliki kekebalan terhadap suatu infeksi secara alami. Ketika jumlah mereka mencapai proporsi tertentu dari suatu populasi, maka peluang terjadinya infeksi di populasi tersebut akan menurun.
“Tindakan vaksinasi merupakan suatu contoh dari pemanfaatan pemahaman kita terhadap herd immunity ini,” kata Wakil Dekan Fakultas Kedokteran yang juga dosen di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat itu kepada Tempo.co, Selasa 24 Maret 2020.
REUTERS