TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mengakui kalau laut di Indonesia menyimpan potensi bahaya tsunami non tektonik yang cukup besar. Pernyataan BMKG menyusul pemetaan potensi bahaya tsunami dari Selat Makassar oleh tim peneliti gabungan dari Heriot-Watt University Edinburgh, Institut Teknologi Bandung, dan University College London.
BMKG mencatat beberapa kejadian tsunami itu yang terjadi akibat longsoran di bawah laut maupun tsunami masa lalu yang belum terungkap penyebabnya. "Ini merupakan pertanda bahwa wilayah perairan kita menyimpan potensi bahaya tsunami non tektonik yang cukup besar," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono melalui pesannya yang diterima di Jakarta, Senin 27 April 2020.
Dia menyayangkan, kajian mengenai potensi longsoran dasar laut yang dikaitkan dengan risiko tsunami di Indonesia masih sangat jarang. Kebanyakan, kata Daryono, kajian risiko tsunami akibat gempa tektonik.
Dia menjelaskan di Indonesia ada beberapa kasus tsunami masa lalu yang hingga kini belum terungkap penyebabnya. Diduga tsunami itu diawali dengan longsoran dasar laut, seperti tsunami Teluk Ambon 28 November 1708, tsunami Manggarai 14 April 1855, tsunami Bacan 10 Juni 1891.
Gunung Anak Krakatau dan gugusan pulau vulkanik di sekitarnya di Kepulauan Krakatau, yang diambil pada 11 Januari 2019. Aktivitas Gunung Anak Krakatau pada 22 Desember 2018 diduga menyebabkan tsunami di Selat Sunda. REUTERS/DigitalGlobe
Termasuk kejadian tsunami Saparua 20 Juni 1891, tsunami Pulau Sumber Gelap 16 Maret 1917, dan tsunami Halmahera Utara 2 April 1969. Dalam semua peristiwa tersebut, tsunami disebut Daryono tidak didahului oleh aktivitas gempa tektonik.
Beberapa peristiwa tsunami akibat gempa tektonik menjadi mematikan karena diamplifikasi oleh dampak ikutan berupa longsoran dasar laut. Tsunami di kelompok ini seperti tsunami Ambon 17 Februari 1674 dengan korban jiwa 2.243 orang meninggal, tsunami Seram 30 September 1899 sebanyak 4 ribu orang meninggal dan tsunami Flores 12 Desember 1992 yang menyebabkan 2.500 orang meninggal.