TEMPO.CO, Jakarta - Ahli epidemiologi Iqbal Elyazar menilai rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) saat ini kurang tepat. Menurutnya, kondisi sekarang masih dilematis. Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa kebijakan PSBB adalah pilihan.
Dalam video konferensi yang digelar oleh Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19, Iqbal menerangkan optimalisasi PSBB saat ini masih harus dilakukan, intinya mobilitasnya yang dibatasi. Menurut data yang dia dapat, sebagian besar masyarakat sekitar 50-70 persen sudah mengurangi aktivitas di luar rumah.
“Nah ini momentum, harus dipertahankan. Saya masih optimistis jika Mei ini PSBB bisa berhasil, kurva kasus Covid-19 bisa dilandaikan,” ujar dia Senin, 11 Mei 2020.
Kabar pelonggaran PSBB ini berawal dari Kementerian Perhubungan yang sedang merampungkan aturan turunan dari Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 yang memuat mekanisme larangan mudik.
Aturan itu nantinya akan melonggarkan penumpang dengan kepentingan bisnis atau dengan tujuan non-mudik untuk melakukan perjalanan ke wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan zona merah.
Menurut Iqbal, yang juga Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, seharusnya bulan puasa dijadikan sebagai momentum untuk merefleksikan diri, untuk memastikan virus tidak menyebar lebih banyak. “Jadi harus menahan diri,” katanya.
Ahli epidemiologi dari Universitas Padjadjaran Panji Hadisoemarto mengatakan, belum saatnya aktivitas ekonomi kembali dibuka sekarang. Menurutnya, pelonggaran PSBB tidak bisa dilakukan sampai dengan kasus aktif menurun.
“Minimal, untuk Jakarta itu ada 10 kasus aktif, itu sudah aman. Yang kita tahu sekarang testing rate masih sangat rendah dan kasus aktif masih banyak,” tutur Panji. Jadi sangat beresiko jika mengembalikan aktivitas normal.”
Menurutnya, jika aktivitas ekonomi dibuka, maka harus dilakukan surveilans. “Ini bukan hanya dampaknya saja tapi bagaimana melonggarkan batasannya,” ujar Panji.