TEMPO.CO, Jakarta - Kota Shulan di Provinsi Jilin, dekat perbatasan Cina dengan Rusia, kini menerapkan penguncian wilayah alias lockdown gara-gara sejumlah kasus baru Covid-19. Ini mirip seperti yang dilakukan Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, di awal epidemi virus corona jenis baru tersebut--sebelum virus menyebar ke luar Cina dan menciptakan pandemi.
Semua desa dan kompleks perumahan di kota berpenduduk 700 ribu jiwa itu sudah ditutup mulai Senin 18 Mei 2020. Kelompok Pencegahan dan Pengendalian Virus Corona di Shulan hanya mengizinkan satu orang per rumah tangga untuk keluar setiap dua hari sekali selama dua jam untuk membeli kebutuhan pokok.
Kelompok itu tidak mengizinkan masyarakat untuk keluar-masuk desa, serta menetapkan toko-toko hanya memberikan pasokan yang diperlukan kepada warganya. Kebijakan ketat itu mirip dengan peraturan yang telah dicabut di Wuhan.
Menurut laman The Guardian, ada seorang wanita yang tidak memiliki riwayat perjalanan yang diketahui terpapar virus itu dan berada di sebuah keluarga yang beberapa diantaranya terinfeksi. Sebagai tanggapan, pihak berwenang memerintahkan agar semua tempat umum, sekolah, dan transportasi umum ditutup sementara.
Pembatasan itu semakin meningkat ketika China Daily menyebut kota itu sebagai hotspot pandemi terbaru di negara itu. Dilaporkan pula bahwa ratusan orang berada di bawah karantina medis dan kehidupan normal mungkin tidak dilanjutkan selama beberapa minggu ke depan.
Seorang staf melakukan penyemprotan disinfeksi di sebuah pasar swalayan di Shulan, Provinsi Jilin, China timur laut, pada 20 Mei 2020. Shulan, kota setingkat wilayah di Provinsi Jilin, China timur laut, pada Senin (18/5) memberlakukan manajemen pembatasan total di lingkungan permukiman setempat yang melaporkan kasus terkonfirmasi atau dugaan COVID-19. (Xinhua/Zhang Nan)
Kota terdekat, Jiaohe, juga menerapkan tindakan proteksi per Selasa, 19 Mei, karena keadaan yang dianggap parah di daerah sekitarnya. Wilayah yang berbatasan dengan Rusia dan Korea Utara ini adalah wilayah terakhir yang menjadi perhatian di negara itu, karena dugaan kasus-kasus dibawa dari tempat lain sebelum menyebar secara lokal.
Menurut dokter perawatan kritis Qiu Haibo, virus itu bermanifestasi secara berbeda di antara pasien di wilayah timur laut Cina tersebut. Haibo menerangkan pasien di wilayah itu menunjukkan sebagian besar kerusakan paru-paru, sementara pasien di Wuhan mengalami kerusakan multi-organ di jantung, ginjal, dan perut.
"Selain itu, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mengembangkan gejala setelah infeksi, dan tampaknya membawa virus untuk jangka waktu yang lebih lama sebelum tes negatif," ujar Haibo.
NEW YORK POST | THE GUARDIAN | THE SPUTH CHINA MORNING POST | BLOOMBERG