TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dari sebagian ilmuwan dunia lainnya, ilmuwan vaksin ternama asal Australia Nikolai Petrovsky menyebutkan bahwa virus corona Covid-19 kemungkinan dibuat di laboratorium. Dasar yang digunakannya adalah kemampuan beradaptasi hampir sempurna si virus dengan reseptor pada sel manusia.
Petrovski merujuk kepada penelitian tim di Flinders University di Adelaide dan Latrobe University di Melbourne yang mempelajari seberapa baik SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, menginfeksi hewan yang berbeda. Petrovsky berharap menemukan hewan yang paling rentan terhadap virus itu, seperti kelelawar.
Tapi tim mendapati virus lebih ganas pada sel manusia daripada sel hewan. "Strain baru virus corona, yang disebut SARS-CoV-2, sepenuhnya dioptimalkan sejak hari pertama tanpa perlu berevolusi seperti virus lain," ujar dia menjelaskan kenapa virus itu bisa menginfeksi lebih dari lima juta orang, demikian dikutip laman New York Post, Rabu, 27 Mei 2020.
Virus mengikat dirinya pada molekul reseptor ACE2 dalam sel paru-paru menggunakan lonjakan protein. Semakin kencang ia melekat, semakin kecil kemungkinan untuk dihanyutkan dan semakin parah penyakit yang ditimbulkannya menjadi inang. "Ini adalah adaptasi manusia yang hampir sempurna," kata Petrovsky.
Atas dasar itu Petrovsky menyebut kemungkinan SARS-CoV-2 diciptakan oleh peristiwa rekombinasi yang terjadi secara tidak sengaja atau sadar di laboratorium yang menangani virus corona. "Virus baru kemudian secara tidak sengaja dilepaskan ke dalam populasi manusia setempat," katanya.
Pernyataan itu jelas merujuk kepada Institut Virologi Wuhan, institut di kota asal epidemi Covid-19, yang telah sejak awal terjerat konflik soal asal usul virus corona jenis baru tersebut. Di antara yang mencurigai virus berasal dari laboratorium adalah pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun sejauh ini belum ada bukti untuk tuduhan tersebut.
Sejumlah penelitian terhadap genetika virus corona Covid-19 justru menguatkan adanya lompatan penyakit dari hewan (zoonosis), seperti halnya yang terjadi dalam wabah SARS, MERS, Ebola, dan Nipah. Yang terbaru adalah yang dilakukan tim Shi Weifeng, profesor di Shandong First Medical University.
Mereka menganalisis galur yang relatif dekat dari virus itu, yang didenotasikan sebagai RmYN02, asal kelelawar. Galur virus itu ternyata berbagi kesamaan identitas genetik hingga 97,1 persen dengan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Shi dan timnya menyediakan bukti kuat bahwa peristiwa penyisipan asam amino ganda dalam genetik virus corona Covid-19, yang semula dicurigai hasil manipulasi di laboratorium, bisa terjadi alami selama evolusi virus corona.
Temuan itu, bersama galur virus corona yang pernah diteliti dari trenggiling, menunjukkan kalau karakteristik genetik dari virus corona penyebab Covid-19 ada di alam. Pada Februari lalu, perbandingan dengan galur virus corona lainnya dari kelelawar juga menunjukkan kemiripan sampai 96 persen.
NEW YORK POST | DAILY MAIL
KOREKSI:
Artikel ini telah diubah pada Jumat 29 Mei 2020, pukul 09.39 wib. Ke dalamnya telah ditambahkan konteks yang lebih luas terkait penelitian tentang asal usul virus corona Covid-19, dan karenanya mengubah pula judul artikel.