TEMPO.CO, Yogyakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta tengah menyusun standar pembelajaran tatap muka langsung di sekolah. Mereka mempersiapkan diri menjelang dibukanya kembali sekolah-sekolah di masa new normal mulai Juli atau saat tahun ajaran baru bergulir.
Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Didik Wardaya, menerangkan kalau dalam draf standar yang masih dibahas itu ada yang disebut pra new normal. Tahapan tersebut harus dijalani semua sekolah.
"Dalam fase pra new normal ini, sekolah diminta mengidentifikasi guru dan siswanya, apakah mereka berasal dari daerah zona merah atau tinggi tingkat penularannya," ujar Didik kepada Tempo Senin 1 Juni 2020.
Fase identifikasi guru dan siswa dari zona merah atau bukan terkait wabah Covid-19 ini dianggap penting dalam menjamin keamanan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas di masa new normal. Jika kondisi kesehatan asal tempat tinggal guru dan siswa itu dinilai rawan atau tak memungkinkan proses belajar mengajar langsung, maka pilihannya kegiatan belajar secara daring yang dijalankan.
Zona rawan yang dimaksud misalnya daerah asal guru atau siswa itu diketahui terdapat pasien positif Covid-19. Maka akan jadi pertimbangan tidak ikut dalam proses tatap muka langsung.
Didik tak menampik, sejak wabah Covid-19 merebak di Yogya ada kalangan keluarga guru dan peserta didik serta wali murid yang harus menjalani karantina. Dia mencontohkan wilayah seperti Gunungkidul, ada seorang guru dan kerabatnya menjalani prosedur itu karena satu anggota keluarga diketahui positif terinfeksi usai kembali dari berlayar.
Lalu pada Maret 2020 lalu, saat pandemi mulai merebak di Yogya, ratusan siswa dan guru dari dua sekolah di Bantul diperiksa massal dan diminta menjalani karantina mandiri setelah menggelar studi wisata ke Bali.
"Dalam identifikasi kondisi kesehatan, zona dan riwayat nanti, kami minta guru, wali murid, dan peserta didik bersikap jujur," ujar Didik sambil menambahkan adanya pelibatan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dalam penentuan pemetaan zonasi merah atau hijau guru dan siswa.
Selain identifikasi guru dan peserta didik, Dinas Pendidikan DIY juga meminta sekolah menyusun kurikulum satuan pendidikan menyesuaikan orientasi tingkat ketercapaian pembelajaran. Teknisnya seperti mengatur kuota dalam kelas agar tidak penuh siswa dengan membuat sistem bergiliran.
"Dalam proses belajar mengajar sistem shift itu juga tak akan mungkin dilakukan jam pelajaran penuh seperti hari normal," katanya.
Pembelajaran di kelas juga sifatnya lebih koordinasi materi ajaran yang sekiranya sulit disampaikan secara daring. Guru pun diminta tidak berkeliling selama proses belajar mengajar.
Jika ada materi yang mewajibkan teori dan praktek juga dibuat sistem blok. Artinya teori disampaikan lebih dulu dan prakteknya dibuat sesudahnya atau dengan mekanisme baru sehingga siswa tidak bergerombol.
"Sisa materi yang belum bisa disampaikan di kelas, dilakukan secara online. Jadi tatap muka ini tak menghilangkan unsur daring itu," ujarnya.
Didik menegaskan bagi sekolah sekolah yang memang belum siap menjalankan tatap muka langsung ini diperkenankan mengajukan diri dengan menyertakan alasan yang mendukungnya untuk dikaji lanjut.
"Pekan depan kami undang kepala sekolah untuk membahas kesiapan mereka dalam masa new normal, dari situ kami inventarisir mana sekolah yang siap menggelar tatap muka dengan protokol Covid-19," ujarnya.
Sebelumnya, status Tanggap Darurat Covid-19 DI Yogyakarta diperpanjang hingga 30 Juni. Terkait perpanjangan tersebut, pembelajaran online atau belajar dari rumah ikut diperpanjang hingga 26 Juni. Kebijakan ini berlaku dari jenjang TK sampai SMA/SMK serta program paket A,B, dan C.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 421/8194. Surat edaran itu ditandatangani Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Jumat 29 Mei 2020. "Pembelajaran jarak jauh tetap dilakukan selama masih memungkinkan," ujar Sultan.