Karena itu sebagian alasan tingginya kematian di Amerika dan Eropa Barat mungkin diduga terletak pada keengganan awal masyarakatnya untuk bereaksi terhadap epidemi yang tampak jauh dan tidak dianggap mengancam. Sementara itu, di Asia, pengalaman sebelumnya dengan epidemi SARS dan MERS memungkinkan respons yang jauh lebih cepat terhadap ancaman baru.
Taiwan, misalnya, telah banyak dipuji karena responsnya yang cepat terhadap epidemi, termasuk penyaringan dini penumpang penerbangan dari Wuhan. Sementara Korea Selatan membangun program besar pengujian, pelacakan, dan isolasi pasien. Namun, di Jepang dan India, dua negara yang sangat berbeda, angka kematiannya yang relatif rendah membingungkan banyak ilmuwan, misteri serupa juga muncul dari Pakistan sampai Filipina.
3. Cuaca dan budaya
Cuaca panas dan lembap bisa menjadi faktor di tempat-tempat seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa panas dan kelembapan dapat memperlambat, meskipun tidak menghentikan, penyebaran virus, seperti yang terlihat pada influenza dan virus corona yang menyebabkan flu biasa.
Namun, di beberapa negara khatulistiwa, termasuk Ekuador dan Brasil, telah melihat banyak kasus dan kematian terkait dengan Covid-19. Ternyata, demografi juga berperan dalam kesenjangan regional. Populasi Afrika yang umumnya lebih muda mungkin lebih tahan daripada komunitas tua di Italia Utara, misalnya. Di Jepang, dengan populasi tertua di dunia, berbagai alasan sedang dieksplorasi.
Ada kepercayaan luas di Jepang bahwa kebersihan dan kebiasaan yang baik, seperti memakai masker dan menghindari jabat tangan, membantu memperlambat penyebaran virus. Sementara perawatan kesehatan universal dan penekanan negara untuk melindungi orang tua juga mungkin telah menurunkan angka kematian.
4. Strain atau galur virus yang berbeda
Penelitian oleh tim di University of Cambridge, Inggris, menunjukkan bagaimana virus bermutasi ketika meninggalkan Asia Timur dan melakukan perjalanan ke Eropa. Mereka mencatat kemungkinan bahwa strain awal mungkin telah secara imunologis atau lingkungan disesuaikan dengan sebagian besar populasi Asia Timur dan perlu bermutasi untuk mengatasi perlawanan di luar wilayah itu.
Ahli genetika Peter Forster, ketua tim peneliti, mengatakan ada data klinis yang sangat terbatas tentang bagaimana berbagai strain virus berinteraksi dengan populasi yang berbeda. "Bagaimanapun, pertanyaan itu harus ditindaklanjuti pada apakah strain yang berbeda menjelaskan tingkat kematian yang kontras," kata Forster.
Tm ilmuwan di Los Alamos National Laboratory, Meksiko, juga berpendapat bahwa jenis virus yang sangat menular telah menyebar di Eropa dan di Amerika. Tetapi para ahli lain mengatakan pentingnya strain baru yang muncul masih belum jelas.
"Bisa saja itu kecelakaan bahwa siapa pun yang memiliki mutan pergi ke festival rock dan klub malam dan ditransmisikan kepada kebanyakan orang," ujar Jeremy Luban, ahli virus di University of Massachusetts Medical School Amerika Serikat. "Tapi kemungkinan lainnya adalah strain itu lebih mudah menular."
5. Gen dan sistem kekebalan tubuh
Peraih Nobel Kedokteran, Tasuku Honjo, mengatakan orang dengan keturunan Asia dan Eropa memiliki perbedaan besar dalam haplotipe antigen leukosit manusia (HLA), gen yang mengendalikan respons sistem kekebalan terhadap virus. "Itu mungkin membantu menjelaskan tingkat kematian Asia yang lebih rendah, tetapi tidak mungkin menjadi satu-satunya alasan," kata Honjo.