TEMPO.CO, Jakarta- Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan ilmuwan University of Minnesota, Kanada, menunjukkan bahwa obat malaria hydroxychloroquine tidak efektif dalam mencegah pasien dari penularan virus corona Covid-19. Penelitian itu diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine.
Penulis utama penelitian ini David R. Boulware memberikan pesan kepada masyarakat umum bahwa obat tersebut tidak efektif. " Hydroxychloroquine bukanlah terapi pencegahan yang efektif untuk Covid-19," ujar Boulware , dari University of Minnesota, seperti dikutip Fox News, Kamis, 4 Juni 2020.
Setelah beberapa bulan pendemi SARS-CoV-2 ini menyebar di seluruh dunia, pemerintah dan lembaga kesehatan di berbagai negara bergegas mencari cara untuk membendung infeksi dengan perawatan obat yang ada.
Studi awal, khususnya di Perancis dan Cina, menyarankan penggunaan hydroxychloroquine dalam kombinasi dengan antibiotik dapat mempercepat pemulihan. Hal itu juga didukung oleh Presiden Donald Trump, bahkan mengklaim telah menggunakannya untuk membantu mencegah infeksi.
Penelitian University of Minnesota menggunakan 821 peserta yang mungkin terpapar virus, yaitu petugas kesehatan dan orang-orang yang mungkin terpapar anggota keluarga yang terinfeksi. Tak satu pun dari peserta, mulai dari usia 33 hingga 50, menunjukkan gejala dan tidak menunjukkan masalah kesehatan yang mendasarinya.
Dalam empat hari paparan, peneliti secara acak memberikan hydroxychloroquine atau plasebo. Hasilnya, peneliti menemukan hydroxychloroquine tidak mencegah penyakit yang kompatibel dengan Covid-19 atau infeksi yang dikonfirmasi ketika digunakan sebagai profilaksis setelah tertular dalam waktu empat hari setelah paparan.
Perhatian terbesar dalam menggunakan obat ini adalah daftar efek samping yang mungkin terjadi, dengan fokus khusus pada kemungkinan gagal jantung, bronkospasme ringan atau berat, atau pikiran untuk bunuh diri. Studi ini menemukan bahwa lebih banyak peserta--sekitar 17-40 persen--kemungkinan menderita efek samping, tapi tidak ada yang menunjukkan efek yang lebih serius.
Dukungan presiden Trump terhadap obat tersebut mengarah pada penelitian yang dilakukan oleh Food and Drug Administration (FDA) mengenai keefektifan obat tersebut. Studi ini tidak membahas apakah hydroxychloroquine dapat mencegah infeksi jika digunakan sebelum tertular, tapi studi lain membahas kemungkinan itu.
Namun, peneliti dari Vanderbilt University, Amerika Serikat, William Schaffner yang ikut terlibat dalam penelitian mengatakan bahwa yang dia lakukan adalah uji coba terkontrol acak yang besar dan dilakukan oleh orang-orang ahli di bidangnya. "Hasilnya hydroxychloroquine tidak memberikan keuntungan yang penting," kata Schaffner.
FOX NEWS | NEW YORK TIMES