TEMPO.CO, Jakarta - Microsoft mengganti puluhan jurnalis kontrak dengan sistem kecerdasan buatan atau AI. Langkah ini bertujuan untuk menghemat biaya dan merampingkan kurasi konten, tapi juga bisa menyebabkan konten yang tidak pantas atau kurang berkualitas muncul di situs Microsoft.
Raksasa teknologi itu telah mempekerjakan staf penuh waktu serta produsen berita kontrak untuk membantu menyusun dan mengedit berita beranda di platform Microsoft News dan browser Microsoft Edge. Tugas mereka, menurut deskripsi pekerjaan LinkedIn, membuat konten berita relevan, mengedit dan memasangkan gambar dengan artikel.
Saat ini Microsoft berencana mempertahankan staf penuh waktunya, sementara sekitar 50 jurnalis kontrak tidak akan diperpanjang kontraknya pada akhir bulan. Microsoft mengatakan dalam sebuah pernyataan 29 Mei bahwa mereka tidak pindah ke AI dalam jurnalisme karena alasan pandemi Covid-19.
"Seperti semua perusahaan, kami mengevaluasi bisnis kami secara teratur," kata Microsoft, seperti dikutip laman Sarch Enterprise AI, Kamis, 4 Juni 2020. "Ini dapat menghasilkan peningkatan investasi di beberapa tempat, dan dari waktu ke waktu, penempatan kembali di tempat lain."
Menggunakan AI untuk kurasi konten bukanlah hal baru. Banyak media sosial, video dan platform berita menggunakan AI untuk merekomendasikan konten atau menghapus konten yang tidak pantas selama bertahun-tahun.
Organisasi berita, termasuk Washington Post dan Associated Press, telah menggunakan AI untuk memproduksi konten dengan cepat dan murah. Sebagian besar konten itu sederhana, seperti pengumpulan skor terbaru dalam permainan olahraga.
Organisasi berita lain, termasuk New York Times, menggunakan AI untuk menambah upaya staf, seperti secara otomatis menyediakan penelitian atau mengidentifikasi berita utama dan frasa kunci.
"Dengan mengunggulkan mesin daripada manusia, Microsoft menanggung risiko bahwa semua hal bisa salah," kata Dan Kennedy, profesor jurnalisme di Northeastern University, Amerika Serikat, yang juga penulis di blog Media Nation.
AI belum cukup maju untuk menangani tugas-tugas manusia pada tingkat keterampilan yang sama, dan Microsoft mengambil langkah berisiko dengan mengganti begitu banyak karyawan. Menurut pendiri perusahaan riset Deep Analysis Alan Pelz-Sharpe, tentu ada risiko konten yang tidak diformat dengan baik dan salah diproduksi.
"Tetapi kekhawatiran yang lebih besar mungkin berupa konten yang membosankan," kata Pelz-Sharpe. "Karena hanya wartawan yang tahu bagaimana menarik pembaca bahkan pada topik yang paling membosankan."
Bahkan, Pelz-Sharpe menjelaskan, konten berbasis AI terbaik cukup mudah untuk diidentifikasi. "Meskipun demikian, AI bekerja dengan baik untuk meringkas fakta, untuk 'pelaporan' yang hanya 'pelaporan'," tutur Pelz-Sharpe.
Sementara bagi Nick McQuire, wakil presiden senior dan kepala penelitian AI di CCS Insight, langkah Microsoft agak mengejutkan, mengingat penekanan Microsoft pada tanggung jawab dalam AI. "Salah satu prinsip penting mereka di teknologi AI adalah akuntabilitas, artinya manusia harus memiliki pengawasan dan pertanggungjawaban dalam penyebaran AI," ujarnya.
Dalam hal ini, McQuire berharap Microsoft masih memiliki pengawasan manusia di sekitar teknologi itu sesuai prosedur tata kelola standar mereka untuk operasi kecerdasan buatan.
SEARCH ENTERPRISE AI | SEATTLE TIMES