TEMPO.CO, Malang - Tim peneliti Universitas Brawijaya dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa gelombang ultraviolet (UV) dari sinar matahari mampu membersihkan udara dari virus corona. Syaratnya matahari tinggi dan tidak ada pencemaran udara masif.
Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Universitas Brawijaya, Sutiman Bambang Sumitro, mengungkap itu berdasarkan analisis big data dari seluruh stasiun pengamat cuaca di dunia serta beberapa satelit via internet. Teknik machine learning juga dilakukan untuk memprediksi perkembangan pandemi dengan algoritma yang sudah dilatih oleh komputer.
Hasilnya, kata Sutiman, di wilayah dengan indeks UV tinggi dan tidak ada pencemaran udara massif jumlah orang terinfeksi virus corona Covid-19 jauh lebih sedikit. "Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa sinar UV dari matahari mampu membersihkan corona yang ada di udara," katanya, Jumat 12 Juni 2020.
Menurut Sutiman, gelombang Sinar UV memiliki frekuensi tinggi sehingga dapat merusak materi RNA (Ribonucleic Acid) dan protein virus. Karenanya, dia menambahkan, sinar tersebut bisa menginaktifkan virus di udara, bahkan yang menempel di permukaan atau obyek.
Hal ini, lanjutnya, membuat Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dan berlimpah sinar matahari sebenarnya sangat diuntungkan. Tapi Sutiman memperingatkan, keuntungan itu harus didukung dengan pola hidup sehat sesuai anjuran pemerintah. Dia merujuk protokol seperti menjaga jarak dan memakai masker.
Keberadaan sinar UV disebutnya akan sia-sia jika tidak didukung pola hidup sehat. Juga, bila masih banyak warga berkerumun di tempat-tempat umum, kasus baru Covid-19 dipastikannya masih akan muncul.
Anggota tim peneliti, Novanto Yudistira, menambahkan, sumber penularan terbanyak virus corona Covid-19 di Indonesia dan wilayah tropis lainnya kemungkinan besar bukan dari airborne. "Namun lebih banyak dari kontak orang ke orang," kata peneliti di Laboratorium Sistem Cerdas Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya itu.
Telah sejak awal pandemi Covid-19, perdebatan bahwa sinar matahari menguntungkan Indonesia telah terjadi. Sinar UV dari matahari dianggap tak membebaskan sebuah wilayah atau negara dari wabah Covid-19. Termasuk praktik berjemur dianggap tak menolong, selain membantu meningkatkan daya tahan tubuh lewat kandungan vitamin dalam sinar matahari.
Argumennya adalah virus di dalam tubuh tak terpengaruh sinar matahari. Juga daya tular virus yang sangat tinggi antar orang-orang yang saling berkontak dekat. Bahkan WHO telah tegas bahwa sinar matahari bisa sembuhkan penyakit Covid-19 adalah informasi sesat.