TEMPO.CO, Jakarta - Gerhana Matahari cincin, atau yang akan terlihat dari wilayah Indonesia sebagai gerhana matahari sebagian, pada Minggu 21 Juni 2020, jangan sampai dilihat dengan mata telanjang. Mungkin tidak akan dirasa, tapi sinar matahari yang datang langsung itu bisa merusak retina.
Dampak atau peringatan itu seperti yang disampaikan Dalam rangkaian artikel yang terbit di JAMA Ophthalmology. Di sana disebutkan bahwa mengekspos mata telanjang ke sinar matahari menyebabkan retinopati matahari (retinopati fotik atau retinitis surya), yang melibatkan dua jenis kerusakan retina: luka bakar dan toksisitas fotokimia.
David Calkins dan Paul Sternberg dari The Vanderbilt Eye Institute di Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, mencatat, sebagian besar sinar Matahari adalah radiasi inframerah dekat. Panjang gelombangnya yang 700 hingga 1.500 nanometer dapat menyebabkan panas dan efek membakar. “Karena mata kekurangan reseptor rasa sakit, kita dapat membakar fovea tanpa menyadarinya saat kita memandang Matahari,” tulis keduanya.
Gerhana matahari dalam fase cincin beberapa waktu lalu, dipotret dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Kredit: Novi Abdi/Antara
Fovea adalah bagian depan dari retina yang bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan. Namun, para ahli mata juga mengkhawatirkan efek lainnya yakni toksisitas fotokimia. 'Tembakan' besar cahaya tampak dari Matahari akan diredam oleh bahan fotoaktif di mata untuk membentuk radikal bebas dan spesies oksigen reaktif. Hal itu termasuk protein heme, melanosom, lipofuscin, dan bahan kimia lainnya.
Yang hanya dirasa mungkin hanya gatal pada mata. Tapi, setelah dihasilkan, radikal bebas dan spesies oksigen reaktif dapat menyerang banyak jenis molekul dan memecah membran, yang menyebabkan kerusakan jaringan dan kematian sel. Khusus jaringan retina, dia tidak dapat beregenerasi lagi jika sudah dihancurkan.