TEMPO.CO, Jakarta - Serangkaian pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan kalau negara itu telah mengembangkan jenis baru peluru kendali atau rudal hipersonik. Sang presiden mengklaimnya sebagai rudal yang mampu melesat tercepat di dunia dibandingkan kompetitor yang spesifik disebut dari Rusia dan Cina.
Pada satu kesempatan Trump menyebut rudal super itu bisa 17 kali lebih cepat daripada generasi rudal yang sebelumnya dimiliki Amerika. Sedang dibandingkan rudal terhebat Rusia dan Cina, dia menyebutnya lima atau enam kali lebih cepat.
Pernyataan-pernyataan Trump itu belum terverifikasi. Tapi bahwa Amerika mengembangkan peluru kendali hipersonik (di atas Mach 5,0) bisa menunjuk kepada sejumlah program di tiga angkatan perangnya. Angkatan Laut, misalnya, memilikinya dalam bentuk rudal Conventional Prompt Strike missile.
Angkatan Darat Amerika mengembangkan yang disebut Long Range Hypersonic Weapon dan yang terkini, Vintage Racer. Angkatan Udaranya malah mengembangkan dua program untuk senjata hipersonik: AGM-183 Air-Launched Rapid Response Weapon (ARRW) dan Hypersonic Air-Breathing Weapon Concept (HAWC).
Itu belum termasuk badan proyek pertahanan, DARPA, yang juga mengembangkan dua konsep persenjataan hipersonik: Tactical Boost Glide dan OpFires.
Namun, dari semuanya itu, AGM-183 ARRW (Arrow) diduga tebakan terdekat yang dirujuk Trump sebagai Super Duper Missile. Daya jangkau 1000 mil yang disebut sang presiden sesuai dengan kriteria rudal yang diluncurkan dari udara atau pesawat tempur. Kalau rudal dari darat jelas bisa memiliki daya jangkau yang lebih jauh karena--tidak seperti rudal udara yang bobotnya dibatasi kemampuan pesawat tempur yang akan membawanya--ukurannya yang tidak terbatas.
Daya jangkau 1.000 mil juga sudah cukup untuk menjaga jarak aman pesawat tempurnya dari bidikan rudal darat ke udara S-400 milik Rusia atau HQ-9 dari Cina.
Jika benar ARRW yang dimaksud Trump, kombinasi kecepatan Mach 12--yang diturunkan dari 17 kali kecepatan rudal Tomahawk (550 mil per jam)--dan jangkauan 1.000 mil juga berarti implikasi yang penting. Rudal seperti itu, jika diluncurkan dari jaraknya yang maksimum, akan menghajar targetnya dalam tujuh menit. Bandingkan dengan Tomahawk yang butuh 1 jam 20 menit dengan jarak dan arah yang sama.
Bukan tidak mungkin untuk menangkalnya tapi harus diakui mendeteksi, melacak, lalu menarget sebuah rudal yang melesat hipersonik atau lebih dari tiga mil per detik tidak mudah. Rudal hipersonik diyakini tidak bisa dihentikan hanya dengan sistem pertahanan rudal darat-ke-udara yang ada saat ini.
Penerbangan Pertama Pesawat Pengebom B-52 mengangkut rudal Hipersonik AGM-183A.[The Drive]
Petunjuk lainnya dari Super Duper Missile adalah bocoran dari Trump bahwa hasil bidikan dari target memiliki tingkat akurasi yang plus minus 14 inci saja. Ini sama dengan yang pernah disampaikan untuk ARRW. Soal ini bandingkan dengan satu di antara peluru kendali paling populer yang digunakan Pentagon saat ini, yakni bom berpenuntun GPS, JDAM, yang memiliki akurasi 43 kaki atau lebih dari 12 meter.
Sedang rudal yang terbaru memperkuat militer Amerika, Joint Air to Surface Standoff Missile (JASSM), pun 'hanya' memiliki kalkulasi peluang mendarat dalam radius 3 meter dari targetnya sebesar 50 persen.
Angkatan Udara Amerika tepat setahun lalu telah membawa terbang perdana AGM-183A Air Launched Rapid Response Weapon atau ARRW itu. Uji dilakukan melibatkan pesawat pembom B-52 Stratofortress di Pangkalan Udara Edwards, California.
Prototipe rudal itu hanya membawa sensor untuk mengumpulkan data seperti dampak gaya gesek dan vibrasi baik pada peluru maupun 'cantolannya' pada pesawat. "Kami berusaha secepat mungkin membawa kemampuan persenjataan ini ke pesawat tempur," kata Will Roper, asisten menteri untuk Air Force for Acquisition, Technology and Logistics saat itu.
POPULAR MECHANICS | SCMP | AF.MIL