TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan kalau pasien Covid-19 di negara itu akan segera menerima pengobatan dengan obat golongan steroid dexamethasone. Hasil uji skala besar yang telah dilakukan tim peneliti di Oxford University menunjukkan 'obat dewa' yang selama ini luas tersedia dengan harga murah tersebut mampu mengurangi sampai 30 persen risiko kematian pasien yang parah.
Pemerintah Inggris mengelukan hasil uji itu mengingat data selama ini menyatakan 40 persen pasien Covid-19 yang sudah bergantung kepada ventilator akan berujung meninggal. Meski begitu, telah diingatkan kalau dexamethasone tak berpengaruh untuk kasus pasien dengan gejala yang ringan. Tentang ini, peringatan juga telah disampaikan Badan Kesehatan Dunia atau WHO.
Di luar di Inggris, kalangan dokter di beberapa bagian dunia, seperti Denmark dan Amerika Serikat, sudah mulai meresepkan steroid untuk para pasien Covid-19. Di Rumah Sakit Gainesville di University of Florida, Amerika Serikat misalnya. Mereka menambahkan dexamethasone dalam panduan perawatan Covid-19 per pekan lalu.
AdventHealth, pemilik jaringan hampir 50 rumah sakit di sembilan negara bagian di Amerika juga telah menggunakannya untuk pasien berventilator sejak awal April lalu. Hasilnya, menurut Direktur Eksekutif Medis untuk Perawatan Kritis di AdventHealth Florida, Eduardo Oliveira, “Tingkat kematian pasien sekitar 26 persen, lebih rendah daripada yang pernah dilaporkan dari lokasi lain.”
Namun, Oliveira memberi catatan bahwa sulit memastikan apakah rendahnya angka kematian itu spesifik karena penggunaan steroid atau bukan.
Alasan inilah, menunggu penjelasan yang lebih detil, yang digunakan otoritas kesehatan di Singapura untuk tak terburu merekomendasikan jenis obat yang sama untuk pasien Covid-19 di negerinya. Berada di kelompok yang sama adalah beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Swiss, dan Italia.
Hingga saat ini, Senin malam 22 Juni 2020, virus corona penyebab Covid-19 telah menginfeksi 8,9 juta orang di dunia dengan korban meninggal lebih dari 468 ribu orang. Terbesar disumbang Amerika Serikat dengan 2,2 juta kasus positif dan meninggal hampir 120 ribu orang.
CHANNELNEWSASIA | JOHNS HOPKINS UNIVERSITY