TEMPO.CO, Jakarta - Pirbright Institute, yang bekerja sama dengan Oxford University, mengumumkan vaksin yang sedang dikembangkan untuk pasien Covid-19 terbukti menghasilkan respons antibodi pada babi. Vaksin ChAdOx1 nCoV-19 (AZD1222) itu sebelumnya juga mampu melindungi enam monyet dari pneumonia yang disebabkan oleh virus corona.
Institut yang berbasis di Surrey, Inggris, itu merilis penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa dua kali dosis vaksin ChAdOx1 nCoV-19 dapat meningkatkan antibodi penawar yang ditandai, yang mengikat virus untuk memblokir infeksi. "Vaksin ini dibuat dari virus ChAdOx1, versi lemahnya flu biasa yang diubah secara genetis sehingga tidak mungkin untuk ditiru pada manusia," kata para peneliti Oxford, seperti dikutip Fox News, Selasa 23 Juni 2020.
Menurut pernyatan dari Pirbright Institute, belum diketahui level respons imun seperti apa yang diperlukan untuk melindungi manusia dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Uji coba vaksin langsung pada manusia masih dilakukan, dan penelitian pada babi dikatakan menawarkan temuan penting karena mengungkapkan dua kali dosis vaksin itu dapat menawarkan perlindungan lebih baik.
"Hasil ini terlihat menggembirakan, bahwa pemberian dua suntikan dengan vaksin yang sama meningkatkan respons antibodi yang bisa menetralkan virus, tapi respon pada manusia yang penting," ujar Bryan Charleston, Direktur Pirbright Institute.
Charleston menerangkan babi terbukti menjadi model yang berharga untuk menguji vaksin manusia karena kesamaan fisiologis yang lebih besar (seperti berat badan dan tingkat metabolisme) dibandingkan dengan hewan lain. Adapun ChAdOx1 nCoV-19 juga menunjukkan respons sel T, yang oleh penulis studi utama, Simon Graham, disebut sangat menggembirakan.
“Sangat mungkin bahwa kombinasi dari respons ini akan bertindak secara sinergi untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, seperti yang baru-baru ini kami dan orang lain tunjukkan dalam konteks vaksin flu eksperimental,” kata Graham.
Berita itu muncul setelah Barry Bloom, ahli imunologi dan profesor kesehatan masyarakat di Harvard TH Chan School of Public Health di Boston, mengatakan kepada USA Today awal bulan ini bahwa hampir semua pengembang vaksin mempertimbangkan dua suntikan dalam rejimen mereka.
Menurut laporan itu, suntikan pertama dalam seri ini akan membuat prima sistem kekebalan untuk membantu tubuh mengenali virus, diikuti oleh suntikan kedua untuk memperkuat respons kekebalan. "Setelah dosis pertama vaksin, sistem kekebalan mengembangkan antibodi dan sel kekebalan dalam waktu sekitar 14 hari," kata LJ Tan, kepala strategi koalisi dengan Aksi Imunisasi dan ketua bersama KTT Imunisasi Dewasa Nasional.
Sementara, pada titik ini, sebagian besar belum mengetahui tepatnya berapa lama antibodi dapat menawarkan kekebalan terhadap Covid-19. Baru tim peneliti di St. George's, University of London, yang mengatakan, penetral-patogen dapat tetap stabil dalam darah orang yang terinfeksi selama dua bulan setelah diagnosis.
FOX NEWS | USA TODAY