TEMPO.CO, Jakarta - Sampah plastik tidak hanya mengotori lautan tapi juga ada di udara yang kita hirup, melayang-layang ditiup angin dan turun mengendap dari langit. Ini bisa menambah alasan di balik larangan kantong plastik di Jakarta yang berlaku per 1 juli 2020.
Sebuah studi baru di Amerika Serikat memperkuat sejumlah makalah penelitian sebelumnya tentang temuan mikroplastik di udara, seperti yang pernah ditemukan di Eropa, Cina, dan Arktik. Studi di Amerika memperkirakan 1.000 ton fragmen mikroplastik menghujani taman nasional dan kawasan alami lainnya yang berstatus dilindungi di negara itu setiap tahunnya.
Jumlah itu ekuivalen dengan 123-300 juta botol plastik. “Tidak ada wilayah di permukaan Bumi ini yang aman dari plastik,” kata Janice Brahney, ketua tim studi dari Utah State University, Amerika Serikat. Dia menambahkan, “Benar-benar tak nyaman memikirkannya.”
Ketika polusi plastik di tempat-tempat pembuangan akhir, di laut, dan sungai-sungai sudah ramai dibahas, riset tentang partikel mikroplastik di udara yang bisa diterbangkan angin relatif belakangan dilakukan. Adapun makalah penelitian terbaru dari Brahney dkk dipublikasikan dalam jurnal Science terbit Juni lalu.
Limbah Mikroplastik Cemari Laut
Para penelitinya mengumpulkan sampel dari 11 taman nasional dan kawasan cagar alam. Hasilnya, serpihan material plastik ditemukan pada 98 persen dari 339 sampel yang dikumpulkan; dan plastik terhitung empat persen dari partidel debu yang diuji.
Brahney mengaku sangat terkejut mendapati hasil seperti itu dari kawasan yang dipikirkannya tak terjamah peradaban tersebut. Dia bersama timnya berusaha mengkalkulasi ulang sampel sampai beberapa kali dan berharap mereka keliru. Tapi ternyata tak ada perubahan.