2. Bagaimana Sistem Kekebalan Tubuh Bekerja dan Berapa Lama Bertahan?
Penelitian menemukan bahwa kadar antibodi terhadap SARS-CoV-2 tetap tinggi selama beberapa minggu setelah infeksi. Ahli Imunologi George Kassiotis dari Francis Crick Institute di London berkata, “Semakin banyak virus, maka semakin banyak antibodi, sehingga semakin lama mereka (manusia) bisa bertahan.”
Pola serupa bisa ditemukan dengan infeksi virus corona penyebab SARS (sindrom pernapasan akut yang parah). Kebanyakan penderita SARS kehilangan antibodi penawar setelah beberapa tahun pertama. Namun Kassiotis mengungkapkan bahwa mereka yang benar-benar sakit parah masih memiliki antibodi ketika diuji ulang 12 tahun kemudian.
Sayang tidak ada tolak ukur yang jelas bagi tubuh manusia yang berhubungan dengan kekebalan tubuh jangka panjang. Para peneliti masih mencari tahu bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja dan membandingkannya dengan respon terhadap virus serta berapa lama perlindungan itu bertahan.
Shane Crotty, ahli virologi di La Jolla Institute of Immunology di California, berpendapat bahwa ‘kekebalan sterilisasi’ yang mencegah infeksi, hanya bertahan selama beberapa bulan, namun kekebalan protektif yang mencegah atau meredakan gejala bisa bertahan lebih lama.
3. Apakah Virus Telah Mengembangkan Kemampuan Bermutasi yang Mengkhawatirkan?
Virus, tidak terkecuali SARS-CoV-2, sudah pasti bermutasi seiring proses infeksi. Para ahli epidemiologi molekuler telah menggunakan kemampuan mutasi itu untuk melacak penyebaran suatu virus. Namun peneliti juga mencari perubahan yang mempengaruhi sifatnya, contohnya terbentuknya garis keturunan virus baru, kurang ganas, atau menular.
“Itu adalah virus baru, jika memang menjadi lebih berbahaya, maka anda harus menyadarinya,” kata David Robertson, ahli biologi komputasi di University of Glasgow, yang bersama timnya membuat katalog mutasi SARS-CoV-2. Robertson memberi catatan, mutasi virus berpotensi mengurangi efektivitas sebuah vaksin yang telah diproduksi.
Para peneliti masih berdebat apakah penyebaran dari satu mutasi dalam protein paku virus corona jenis baru penyebab Covid-19 adalah produk dari founder effect (perubahan konsekuensial terhadap biologi virus). Mutasi ini diperkirakan pertama kali muncul di Eropa sekitar Februari. Serangkaian penelitian dengan sel yang dibiakkan di laboratorium menunjukkan bahwa mutasi pada protein itu membuat SARS-CoV-2 lebih menular, tapi tidak jelas bagaimana sifat ini diterjemahkan menjadi infeksi pada manusia.