TEMPO.CO, Yogyakarta - Indonesia memiliki puluhan ribu spesies tanaman namun banyak yang belum tereksplorasi untuk pengembangan obat. Padahal telah diketahui 3000 dari 30 ribu spesies tanaman itu merupakan komponen jamu atau obat herbal.
"Baru 300 spesies tanaman yang telah digunakan industri herbal," pakar herbal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suwijiyo Pramono dalam seminar "New Perspective on Drugs Discovery and Development in Industrial Revolution 4.0" yang diselenggarakan secara daring oleh Fakultas Farmasi UGM, di Yogyakarta, Kamis 16 Juli 2020.
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM itu mengusulkan agar eksplorasi terhadap kekayaan spesies tanaman di Tanah Air dilakukan secara tepat dan efektif. Beberapa di antaranya dengan tidak mengekspor bahan mentah, menetapkan strategi untuk eksplorasi secara efisien, serta seleksi prioritas dari program eksplorasi.
Pelaku industri, kata Suwijiyo, juga perlu diberikan kesempatan untuk memproduksi produk tanaman obat berdasarkan riset dari lembaga pendidikan tinggi dengan fasilitasi pemerintah. "Langkah tersebut perlu dilakukan untuk menetapkan riset yang baik dan berorientasi pada produk," katanya.
Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Daryono H. Tjahjono menjelaskan bahwa pengembangan obat membutuhkan tahapan proses yang panjang dan tidak mudah. Dia menyebut proses penemuan obat herbal bisa sampai 8-16 tahun.
"Tidak hanya lama, tetapi juga butuh biaya besar untuk bisa merilis satu molekul obat," katanya.
Namun begitu, dia menyebutkan, metode komputasi atau pemanfaatan komputer dapat membantu proses efisiensi dalam penemuan obat. Metode ini bisa mengatasi biaya percobaan standar menyaring ribuan molekul dan menghasilkan satu yang ada di senyawa aktif yang rata-rata sebesar Rp 18 triliun.
"Dengan bantuan komputasi biaya bisa jadi setengahnya. Kemajuan komputasi baik 'software' maupun 'hardware' sangat berpengaruh dalam efisiensi penemuan obat ini," katanya.
Metode tersebut, kata dia, telah dipakai dalam membantu menemukan senyawa yang berpotensi untuk mencegah penyakit tidur atau tripanosomiasis yang menjadi penyakit endemik di Afrika. Melalui komputasi berhasil menemukan sekitar 3-5 senyawa yang potensial dari 4.803 senyawa yang diteliti.
"Metode ini juga digunakan untuk menemukan senyawa potensial untuk membantu mencegah virus corona SARS-Cov-2," kata Daryono.