TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan induk Google, Alphabet, melarang situs dan aplikasinya menyiarkan iklan teori konspirasi virus corona yang mereka sebut sebagai konten berbahaya. Juga termasuk dalam konten itu adalah obat 'ajaib' dan promosi gerakan antivaksinasi.
Raksasa mesin pencari itu membuat kebijakan terbarunya ketika wabah Covid-19 bertambah parah di seluruh Amerika Serikat, yang ditandai di antaranya dengan rekor kasus infeksi harian 75 ribu pada Kamis lalu. Karena situasi itu perusahaan periklanan digital, seperti Google dan Facebook, menghadapi permintaan untuk berbuat lebih banyak dalam menekan informasi yang salah ataupun hoax.
Dikutip dari Reuters, Sabtu 18 Juli 2020, konten iklan yang tidak diizinkan adalah yang berkaitan dengan teori konspirasi. Contohnya adalah gagasan bahwa virus corona diciptakan di laboratorium Cina sebagai senjata biologis yang dibuat oleh pendiri Microsoft, Bill Gates, atau bahwa virus tersebut adalah hoax.
Google juga telah melarang iklan dengan konten berbahaya lainnya seperti obat penyembuh "ajaib" atau yang mempromosikan gerakan anti-vaksinasi. Kebijakan baru tersebut juga akan melarang pengiklan membuat konten mereka sendiri yang mempromosikan teori konspirasi virus corona.
Google hanya mengizinkan lembaga tertentu yang bisa beriklan tentang pandemi virus corona dalam platformnya. Termasuk organisasi pemerintah dan penyedia layanan kesehatan, untuk mencegah kegiatan seperti menaikkan harga pasokan medis.
Kebijakan itu mengingatkan kepada cerita yang diungkap Methodist Hospital, San Antonio, Texas, tentang satu pasien Covid-19 yang diterimanya. Si pasien tak terselamatkan dan sebelumnya sempat mengaku kepada perawatnya kalau dia sebelumnya terlibat 'Pesta Covid'.
Pesta itu dibuat dengan sengaja mengundang orang yang telah terkonfirmasi positif Covid-19. Tujuannya, menguji apakah ancaman virus itu nyata atau tidak. "Saya kira saya telah membuat kesalahan. Saya kira itu ada hoax, tapi ternyata tidak," katanya seperti yang dituturkan dokter di rumah sakit itu.