TEMPO.CO, Bandung - Tim riset Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menganalisis hujan lebat yang disusul kejadian banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada 13 Juli 2020. Hujan yang terjadi terkait anomali musim yang disebut kemarau basah.
Sebelum banjir bandang itu hujan turun secara persisten atau terus menerus sejak 12 Juli siang hingga 13 Juli pagi. Hujan berlanjut dengan intensitas sedang pada siang hingga sore hari. “Akumulasi hujan harian berdasarkan pantauan satelit hujan GSMap pada 13 Juli 2020 mencapai 60 milimeter,” kata Erma Yulihastin, peneliti Klimatologi Lapan, Sabtu 18 Juli 2020.
Hujan persisten selama musim kemarau di Sulawesi Selatan itu tidak biasa. Perkiraannya puncak hujan seperti itu terjadi pada April dan Desember. “Hal itu menunjukkan kondisi anomali musim yang disebut dengan kemarau basah,” ujarnya lewat keterangan tertulis.
Tim yang juga terdiri antara lain Wendi Harjupa sebagai Koordinator Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan (TREAK) Lapan dan profesor meteorologi Lapan Eddy Hermawan menemukan fakta lain. Berdasarkan prediksi cuaca Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA)–Lapan, hujan yang turun secara persisten itu terkonsentrasi di sekitar Teluk Bone.
Penguatan monsun timuran yang membawa kelembaban kemudian terjadi karena penghangatan suhu permukaan laut di Teluk Bone dan pembentukan sirkulasi tekanan rendah di Selat Makassar. Bentuk garis pantai yang cekung ikut berperan mengonsentrasikan hujan diurnal atau harian di sekitar Teluk Bone atau Luwu.
Kemarau basah pada tahun ini, menurut tim Lapan, dipicu oleh tiga faktor utama. Pertama, fenomena daerah pertemuan massa udara antartropis atau yang dikenal Intertropical Convergence Zone (ITCZ) ganda yang sering terbentuk sejak Mei hingga Juli.
Faktor kedua adalah aktivitas gelombang atmosfer yang menjalar dari utara ke selatan yang berkaitan dengan aktivitas musim panas bernama Boreal Summer Intra-seasonal Oscillation (BSISO) di Samudera Hindia pada 12-13 Juli. Fenomena itu mempengaruhi pembentukan konvergensi luas yang memanjang dari Samudera Hindia hingga wilayah Sulawesi.
Ketiga, pemanasan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia yang terkonsentrasi di Laut Maluku, Arafuru, dan Teluk Bone. Prediksi musim Lapan menunjukkan wilayah Sulawesi masih harus waspada terhadap potensi kejadian ekstrem hingga pertengahan Juli. Sementara mulai Agustus wilayah Sulawesi akan lebih kering dan kembali basah dengan potensi hujan ekstrem pada September 2020.
ANWAR SISWADI