TEMPO.CO, Jakarta - Video yang mengatakan kalau praktik memberikan dahi berulang kali untuk 'ditembak' dengan thermal gun atau disebut juga thermo gun bisa membahayakan otak viral di tengah masyarakat. Ini karena praktik tersebut jamak dilakukan sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan mencegah penularan virus corona Covid-19.
Ketua Departemen Fisika Kedokteran/Klaster Medical Technology IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prasandhya Astagiri Yusuf, menerangkan thermo gun untuk skrining temperatur seseorang bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari benda, bukan dengan memancarkan radiasi apalagi sinar laser.
Termometer inframerah yang tersedia di pasaran, Prasandhya menambahkan, umumnya untuk mendeteksi temperatur gendang telinga dan dahi. Termometer telinga bisa akurat, tapi termometer dahi lebih cocok untuk skrining gejala demam Covid-19 karena kemudahannya. Kesamaannya, tak perlu kontak dengan permukaan yang hendak diukur suhunya.
Menurut Prasandhya, hal yang perlu diperhatikan adalah akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut alat thermo gun terhadap objek yang diukur. “Maka dari itu, jangan heran jika hasil pengukuran bisa berubah-ubah,” ujarnya, lewat keterangan tertulis, Selasa 21 Juli 2020.
Satu parameter penting yang menentukan tingkat akurasi pengukuran thermo gun adalah perbandingan jarak dengan luas titik pengukuran. Biasanya angka perbandingan ini adalah 12:1. Dengan kata lain, untuk mengukur suatu titik dengan luas 1 sentimeter persegi, jarak pengukuran ideal adalah 12 sentimeter.
Di sinilah sebenarnya peran laser dalam suatu thermo atau thermal gun, yaitu membantu operator menentukan titik pusat pengukuran. Laser merupakan akronim dari ‘light amplification by stimulated emission of radiation’ atau amplifikasi cahaya melalui pancaran terstimulasi. “Namun alat thermo gun dengan laser hanya ditemui untuk keperluan pengukuran temperatur di industri, bukan untuk medis,” kata dia menambahkan.
Beberapa contoh aplikasinya adalah laser pointer untuk presentasi, pembaca/penulis CD/DVD, hingga pemotong jaringan pada prosedur pembedahan. “Energinya disesuaikan dengan fungsi, semakin besar akan semakin destruktif,” ujar Prasandhya.
Beberapa thermo gun industri, kata Prasandhya, mungkin saja dilengkapi dengan laser energi rendah, tapi fungsinya sebagai penunjuk (pointer) untuk ketepatan arah, sehingga tidak ada kaitan langsung dengan fungsi pengukuran temperatur.
Lalu, apakah laser tersebut berbahaya untuk otak manusia? Menurut Prasandhya, sama halnya dengan laser pointer, laser ini tidak ada efek berbahaya untuk otak, tapi jangan sampai menembak ke mata secara langsung karena dapat merusak retina. “Yang jelas, penggunaan thermo gun industri untuk mendeteksi temperatur tubuh manusia tidak tepat karena bukan peruntukannya,” katanya.