TEMPO.CO, Bangalore - Perusahaan farmasi multinasional Pfizer Inc. mengumumkan negara-negara maju tidak akan membeli vaksin Covid-19 yang dikembangkannya dengan harga lebih rendah daripada harga jual ke Amerika Serikat. Harga jual vaksin antara Pfizer dan AS telah ditetapkan dalam kontrak yang diumumkan pada minggu lalu.
Isi kontrak itu menunjukkan tiap orang kemungkinan akan divaksin berulang agar terlindungi dari Covid-19. Untuk itu Pemerintah Amerika Serikat sepakat membayar hampir dua miliar dolar AS (sekitar Rp 29 triliun) untuk mengijon calon vaksin yang masih diuji Pfizer dan perusahaan bioteknologi asal Jerman, BioNTech SE, tersebut.
Vaksin itu rencananya akan disuntikkan ke 50 juta orang dengan biaya 39 dolar AS (sekitar Rp 564 ribu) untuk dua dosis anti virus. "Seluruh negara maju tidak akan mendapatkan harga yang lebih rendah dari harga jual itu," kata Direktur Utama Pfizer Albert Bourla, Selasa 28 Juli 2020
Ia menjelaskan tiap orang perlu berulang kali divaksin selama beberapa tahun demi memperkuat sistem kekebalan tubuh. Pasalnya, imunitas tubuh dapat berkurang seiring waktu, mengingat virus dapat bermutasi jadi jenis yang baru.
Bourla mengklaim teknologi pengembangan vaksin mRNA yang dilakukan BioNTech/Pfizer ideal untuk dua situasi, yakni meningkatkan imunitas tubuh tanpa kehilangan vaksin dan, "Kalian juga dapat mendapatkan tipe vaksin yang berbeda hanya dengan memodifikasi kode (genetiknya)."
Bourla merujuk kepada Uni Eropa (EU) dan beberapa negara anggotanya yang disebutnya masih dalam tahap diskusi terkait pengadaan vaksin Covid-19. Bourla yakin bisa mencapai kesepakatan di Eropa. "Kami juga bertemu dengan beberapa negara anggota jika kesepakatan dengan EU tidak tercapai," kata dia.