TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump dilaporkan akan meneken perintah eksekutif agar ByteDance, induk dari TikTok, melakukan 'divestasi kepemilikan' dan menjadi 'perusahaan Amerika yang independen' untuk operasional aplikasi video pendek itu khusus di Amerika Serikat. Satu nama perusahaan teknologi Amerika yang langsung muncul sebagai potensi pembeli adalah Microsoft.
Rencana perintah eksekutif itu dilaporkan Bloomberg pada Jumat malam, 31 Juli 2020. Lalu soal nama Microsoft beredar pertama dari Fox Business Network. Bloomberg lalu melaporkan adanya peminat lain namun tak memberi nama spesifik. TikTok yang memiliki lebih dari 2,3 juta unduhan di seluruh dunia baru-baru ini telah ditaksir nilainya dan berada antara $ 30-50 miliar atau Rp 441-735 triliun.
Buat Microsoft, belum jelas benar di mana TikTok akan ditempatkan di antara unit-unit bisnisnya. Unit bisnis utama Microsoft dalam jaringan sosial adalah LinkedIn, yang menyasar para pekerja profesional. Microsoft juga belum lama menutup Mixer, layanan streaming video-game yang berkompetisi dengan Amazon Twitch.
Menariknya, ByteDance didirikan pada 2012 oleh eks pekerja Microsoft, Zhang Yiming. Namun, dalam sebuah pernyataannya kepada Business Insider, juru bicara TikTok mengatakan kalau, "Perusahaan tidak menanggapi spekulasi dan rumor dan kami percaya diri terhadap kesuksesan jangka panjang TikTok."
Adapun Microsoft menolak berkomentar. Tapi beberapa analis mengatakan bahwa membeli TikTok bisa membuat Microsoft merebut simpati dari jutaan pengguna aplikasi itu di Amerika. Mereka, para pengguna, cemas akan ancaman Trump untuk melarang aplikasi video pendek yang sedang digandrungi di dunia itu.
Selain hubungannya yang diwarnai saling kecam dengan Cina, Pemerintahan Presiden Trump mencurigai ByteDance yang berbasis di Beijing selama ini menyediakan akses kepada pemerintahan Cina Beijing ke data pengguna dan kontennya.
Kecurigaan itu menjadi isu besar sejak TikTok masuk ke Amerika pada 2018 dan mendapat respons yang berpotensi mengeruk hingga 80 juta pengguna di negara itu. Parlemen dan advokat kerahasiaan data pribadi mempertanyakan besarnya akses dan pengaruh pemerintah Cina atas data pengguna dan konten di TikTok via perusahaan induknya ByteDance.
TikTok sendiri telah menyatakan bukan subyek dari hukum data di Cina dan tidak akan memenuhi permintaan apapun dari pemerintah Beijing. Namun isu semakin besar setelah Washington di awal Juli lalu menyatakan menimbang larangan untuk aplikasi itu. Opsi tentang divestasi pertama kali disampaikan penasihat ekonomi Gedung putih Larry Kudlow.
Ketidakjelasan masa depan TikTok di Amerika dilaporkan membuat eksekutif ByteDance mencari alternatif untuk menghindari adanya larangan di negara adi daya tersebut. Di awal Juli pula, The Information memberitakan, sekelompok investor Amerika di ByteDance, termasuk Sequoia Capital dan General Atlantic, mencari cara membeli mayoritas saham di TikTok. Tapi media yang sama juga melaporkan Jumat kalau pembicaraan untuk itu telah gagal karena kekhawatiran takeover seperti itu bukan yang diinginkan pemerintahan Trump.
Hingga saat ini belum jelas kekuatan apa yang bisa digunakan Trump untuk memaksa sebuah perusahaan asing seperti ByteDance untuk divestasi di negaranya. Belum jelas pula bagaimana TikTok atau ByteDance akan meresponsnya. Tapi yang jelas langkah Trump menunjukkan eskalasi serangan pemeirintahannya terhadap TikTok dan perusahaan teknologi Cina.
BUSINESS INSIDER