TEMPO.CO, Jakarta - Drone tak hanya identik dengan baling-baling dan terbang. Di Australia, drone akan dioperasikan di laut dalam rupa perahu robotik. Departemen Pertahanan negeri itu berencana mengerahkannya untuk berpatroli di perairan pantainya hingga ke batas Samudera Hindia, mengawasi mulai dari ikan-ikan, cuaca, sampai perahu asing yang biasa menyelundupkan para pencari suaka ke negara itu.
Satu armada terdiri dari enam drone laut itu sedang dikerjakan Ocius Technology, perusahaan yang berbasis di Sydney, dalam sebuah kontrak Defence Innovation Hub senilai 5,5 juta dolar Australia. Kontrak diberikan setelah satu prototipe final drone itu teruji dalam pelayaran antara Botany Bay di Sydney dan Ulladulla Harbour di New South Wales South Coast sejauh 100 mil pada awal Juli lalu.
Perahu sepanjang lima meter yang disebut Bluebottles, nama jenis ubur-ubur di Australia, itu terlihat seperti yacht mini. Sumber energinya adalah kombinasi energi angin, ombak, dan matahari untuk mentenagai kecepatan 5 knot, stabil di segala kondisi. Seperti yang sudah terbukti dalam uji, kombinasi energi itu membuat perahu tak perlu merapat ke pantai untuk isi ulang bahan bakar.
Robert Dane, chief executive OCIUS, mengatakan idenya adalah menciptakan sebuah drone di laut yang bisa dikerahkan untuk menggantikan manusia dalam misi berbahaya. "Pekerjaan-pekerjaan yang selama ini menempatkan saudara-saudara kita, personel berseragam, di posisi yang berbahaya," katanya sambil menambahkan perahu robotik yang ideal karena akan persisten, tidak perlu pulang untuk isi bahan bakar, ataupun merasa jenuh.
Insinyur mekatronik OCIUS, Mathew Kete, optimistis kontrak dari Departemen Pertahanan akan bisa dipenuhi dan aramda enam drone sudah bisa berlayar tahun depan. "Dia bisa berlayar dengan baik," katanya.
Drone juga nantinya akan mampu mengirim data peristiwa cuaca besar. Mereka bisa berlayar memasuki siklon untuk mengukur kekuatannya atau meraba naik-turun muka air laut saat terjadi gempa sehingga berperan sebagai alat peringatan dini tsunami.
Ruth Patterson, kandidat doktor di Charles Darwin University, Australia, mengaku telah menggunakan data cuaca yang dikirim drone untuk risetnya saat prototipe menjalani uji awal Juli lalu. Dia membayangkan, "Jika terjadi siklon kita bisa mengirim drone ini untuk mengukur tekanan udara yang tidak mungkin kita lakukan dengan mengirim petugas."
NEW SCIENTIST | ABC