TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan puncak hujan meteor Perseid telah terjadi 11-13 Agustus 2020. Hujan meteor yang berasal dari debu ekor komet Swift-Tuttle itu dapat diamati saat lewat tengah malam sampai subuh.
"Waktunya lewat tengah malam sampai subuh. Di Indonesia juga bisa mengamatinya ke arah langit utara," kata Thomas dihubungi di Jakarta, Rabu 12 Agustus 2020.
Thomas mengatakan pada keadaan puncak hujan meteor, diperkirakan ada sekitar 50 meteor per jam yang bisa diamati dari wilayah Indonesia. "Hujan meteor itu tidak berdampak di bumi dan tidak menimbulkan dentuman," ujarnya.
Hujan meteor Perseid, Thomas menerangkan, merupakan peristiwa tahunan ketika Bumi berpapasan dengan debu-debu sisa komet Swift-Tuttle. Tahun ini, hujan meteor itu terjadi mulai 17 Juli lalu dan diperkirakan masih akan terjadi sampai 24 Agustus nanti.
Baca juga:
Rusia Percepat Produksi Si Pemburu, Drone S-70 Okhotnik
Koordinator Diseminasi Pusat Sains Antariksa LAPAN Emanuel Sungging Mumpuni menyebutnya dengan istilah Bumi yang melintasi bidang edar kotor berdebu akibat guguran komet atau asteroid. "Dan guguran debu tersebut yang masuk atmosfer Bumi, terbakar menyebabkan seperti bintang berekor."
Hujan meteor itu bisa diamati tanpa teleskop sepanjang langit tidak berawan. Penampakannya, Emanuel menuturkan, bisa seperti bola api, kilauan sejenak, atau hujan meteor kecil-kecil. "Kadang juga ada dentuman, tapi tidak berbahaya," katanya.