Wien mencontohkan uji terhadap dexamethasone sebagai obat Covid-19 oleh tim peneliti di Oxford University, Inggris. Obat steroid yang biasa digunakan untuk segala macam peradangan itu spesifik hanya untuk pasien terinfeksi berat virus corona Covid-19.
Dalam tubuh pasien-pasien itu, Wien menjelaskan, jumlah virus sudah berkurang dan sistem imun tubuhnya menyerang balik. "Nah, ditangani dengan menyerang sistem imun tersebut...jelas peran dexamethasone di sana."
Kriteria pasien yang disasar pun dianggapnya jelas. "Tidak boleh diberikan kepada mereka yang hanya terinfeksi ringan atau di masa awal infeksi karena malah membahayakan sistem imun tubuhnya."
Telah banyak digunakan di banyak negara, dexamethasone menjadi obat kedua yang telah terbukti mampu mengurangi infeksi Covid-19 setelah yang pertama adalah remdesivir. Obat dewa, dexamethasone, teruji mampu mengurangi risiko kematian hingga 35 persen pada pasien Covid-19 yang telah bergantung kepada ventilator. Di luar ventilator, obat ini juga ditemukan mampu mengurangi risiko kematian hingga 20 persen.
Dexamethasone, obat yang telah beredar luas ini, ditemukan mampu mengurangi risiko kematian pasien Covid-19 dengan gejala yang parah. (REUTERS/YVES HERMAN)
Menurut Wien, pada uji klinis kombinasi obat oleh tim Unair tak tersedia kejelasan yang sama. Apalagi, peneliti vaksin dan obat itu menilai, tim menggunakan kombinasi obat pencegah virus corona bereplikasi dan penekan imun. Kombinasi itu, menurutnya, rumit.
Baca juga:
Kombinasi 3 Obat Bisa Kalahkan Covid-19, Interferon Jadi Kunci?
"Ini yang terjadi seperti pukul rata semua pasien," katanya sambil menambahkan, Unair harus membuka datanya, misalnya dipublikasikan supaya bisa direview.
Wien menekankan, ramai kritik bukan karena iri atau ego sektoral seperti yang banyak didengungkan oleh mereka yang pro percepatan izin edar temuan obat tersebut. "Tapi ini menyangkut nyawa pasien. Jangan sampai pasien dirugikan oleh penanganan yang salah," katanya.