TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan televisi milik pemerintah Cina menayangkan gambar Tianlei 500, atau Petir 500, sebuah bom berpresisi tinggi karena melayang dituntun teknologi satelit. Bom jenis ini memiliki droplet bom berdaya ledak mematikan di dalamnya, menyerupai bom Amerika yang didesain untuk menyerang sebuah pangkalan udara atau konvoi kendaraan lapis baja musuh.
Tayangan di televisi CCTV7 pada Jumat pekan lalu, yang juga diliput South China Morning Post edisi Senin lalu, bukan tanpa maksud. Diyakini kalau program tayangan Tianlei 500 ditujukan kepada Taiwan yang baru saja meneken kontrak kesepakatan membeli 66 pesawat tempur baru F-16V dari Amerika Serikat. Pesan yang dikirim Beijing dianggap jelas, pembelian itu tidak akan ada artinya.
South China Morning Post melaporkan kalau Tianlei 500 juga memiliki sensor berpenuntun laser. Daya jangkau bom itu bergantung kepada ketinggian terbang pesawat yang melepaskannya namun diperkirakan sayap yang ada membuatnya bisa melayang sampai 37 mil atau 60 kilometer menuju targetnya.
Tianlei 500 adalah sebuah bom berbobot 500 kilogram. Dia membawa 240 bom yang lebih kecil seukuran bola tenis di dalamnya yang bisa menyebar hingga mencakup luasan wilayah 6.000 meter persegi begitu dilepaskan. Desain itu memungkinkan Tianlei 500 berdampak merusak area yang lebih luas daripada penggunaan satu hulu ledak rudal.
Setiap bomblet memiliki daya ledak setara granat tangan. Bisa untuk melumpuhkan pasukan musuh di darat dan konvoi kendaraan tempur maupun suplainya, tapi yang paling efektif adalah untuk menyasar sebuah pangkalan udara. Satu bom Tianlei 500 cukup untuk merusak barisan pesawat tempur yang ada di sana sekaligus fasilitas dan landas pacunya.
Konsep di balik Tianlei 500 tidaklah baru. Semasa Perang Dingin, Royal Air Force telah berencana menerbangkan pesawat tempur Tornado membawa bom JP233 ke atas pangkalan udara Pakta Warsawa. Rencana itu terealisasi saat Perang Teluk 1991. Sekalipun efektif, RAF mesti berkorban nyawa tak sedikit karena sistem bom itu membuat pesawat terekspos pertahanan udara musuh.
Baca juga:
Head to Head Angkatan Laut Amerika dan Cina di Laut Cina Selatan
Angkatan Udara dan Laut AS lalu membuat AGM-154A Joint Stand-Off Weapon (JSOW) dengan kemampuan melepaskan bom dari ketinggian lebih tinggi dan membuatnya melayang lebih jauh. AS menambahkan pula penggunaan teknologi GPS agar bom berpresisi tinggi.
Bom JSOW digunakan sejak 1998 dengan pembaruan terkini pada JSOW-C yang memungkinkan penggunaanya manarget ulang saat terbang. Termasuk sensor inframerah baru untuk mencari kapal perang musuh di laut. JSOW-ER bahkan memiliki kemampuan melayang sejauh 287 mil. .
Tianlei 500 hampir sama dengan JSOW yang kini sudah berusia 22 tahun itu. Bedanya, Tianlei memiliki 240 bomblet sedang JSOW-A hanya 145. Kalau JSOW menggunakan GPS, Tianlei 500 mengandalkan jaringan satelitnya sendiri untuk penentuan posisi yakni Beidou.
POPULAR MECHANICS | SCMP