Tim menemukan sekitar delapan persen peserta meditasi mengalami efek yang tidak diharapkan. Dampak tak diharapkan mulai dari kecemasan yang meningkat sampai serangan panik. "Bahkan ada juga kejadian psikosis atau niat bunuh diri," kata Fariah.
Angka delapan persen itu diyakini bisa jadi lebih besar lagi pada kenyataannya. Ini karena banyak studi meditasi ditemukan hanya merekam efek negatif yang serius, atau bahkan tak merekamnya sama sekali.
Katie Sparks, psikolog dan anggota British Psychological Society, mengungkap kemungkinan faktor depresi yang tak terdiagnosa. Pengidapnya lalu mencoba melakukan meditasi.
"Meditasi ditemukan untuk menolong orang rileks, mengembalikan fokusnya dan membantu mereka secara fisik dan psikis," kata Katie. Tapi kadang, dia menambahkan, seseorang mengalami pikiran yang 'memberontak' saat berupaya untuk fokus.
Itu, kata Katie, "Seperti serangan balik terhadap upaya mengendalikan pikiran, dan ini berakibat kecemasan atau depresi."
Baca juga:
Edelweis di Bali Akan Dijadikan Bahan Baku Dupa dan Parfum
Namun, Katie sepakat orang-orang tidak harus mundur dan meninggalkan meditasinya. Hasil studi itu, menurutnya, mengingatkan kalau penting untuk memilih sesi meditasi dengan instruktur atau aplikasi narasi yang direkam agar lebih aman. “Studi ini bisa membantu orang-orang berpartisipasi dalam sesuatu yang bisa memberi benefit pada konteks yang benar," katanya.
NEW SCIENTIST