TEMPO.CO, Jakarta - Kecenderungan orang-orang meninggal karena Covid-19 pada masa kini berkurang dibandingkan pada awal masa pandemi. Seorang dokter di Inggris menggunakan istilahnya bahwa virus corona, "berkurang kemarahannya", sedang seorang pakar penyakit menular di Singapura menyatakan kalau mutasi virus corona, D614G, "membuat penyakit yang disebabkannya tak lagi se-mematikan dulu."
Di Inggris, proporsi orang yang terinfeksi virus corona lalu meninggal jelas terlihat penurunannya pada awal Agustus dibandingkan akhir Juni. Sepanjang periode itu, Jason Oke dari Oxford University dan koleganya menemukan tingkat fatalitas infeksi drop 55-80 persen, bergantung data yang digunakan.
"Ini memang tidak seperti penyakit yang sama di awal pandemi lalu saat kita melihat begitu besar jumlah korban meninggal," kata Oke.
Dia menyodorkan contoh pekan 17 Agustus lalu. Dia mendata, 95 orang meninggal dari 7.000 kasus infeksi Covid-19 di seluruh Inggris sepanjang pekan itu. Sedang pada pekan pertama April lalu, korban meninggal sebanyak 7.164 orang dari total hampir 40 ribu orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi virus penyebab reaksi berlebih imun tubuh (badai sitokin) di paru-paru itu.
Oke mengkalkulasi tingkat fatalitas infeksi pada Agustus itu sebesar sekitar satu persen, bandingkan dengan pada April yang hampir 18 persen. Angka IFR itu, meski tak menunjuk angka yang real time karena kematian yang terjadi beberapa minggu setelah infeksi dan rezim pengujian yang berubah seiring waktu, dianggap sebagai indikasi telah terjadinya perubahan. Oke dan timnya menggunakan metode yang lebih kompleks untuk memperkirakan perubahan itu.
Baca juga:
6 Faktor Kenapa Covid-19 Lebih Mematikan di Amerika dan Eropa
"Situasi ini tidak unik di Inggris dan Inggris Raya saja," kata Oke sambil menambahkan, "Kecenderungan yang sama terjadi di seluruh Eropa." Meski begitu, Oke dan tim tak sampai kepada kesimpulan kenapa perubahan itu bisa terjadi.