TEMPO.CO, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat mewaspadai aktivitas sesar di daratan Pulau Jawa. Belakangan ini, dalam dua hari terjadi empat kali gempa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat dari sumber dangkal yang berpusat di daratan.
“Untuk menimbulkan terjadinya kerusakan bangunan rumah, gempa akibat sesar aktif dangkal tidak harus berkekuatan besar,” kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi dan Tsunami BMKG lewat keterangan tertulis Jumat 4 September 2020.
Pada kurun lima tahun atau sejak 2015, BMKG mencatat setidaknya ada lima kali gempa berkekuatan kurang dari 5 Magnitudo yang merusak di Pulau Jawa. Kerusakan bahkan sampai dialami ratusan bangunan. Penyebabnya, aktivitas sesar yang berkedalaman dangkal tersebut.
Gempa Madiun pada 25 Juni 2015, misalnya, sudah cukup menghasilkan daya merusak meski kekuatannya 'hanya' 4,2 M. Selanjutnya ada Gempa Pangalengan (M=4,2) pada 6 November 2016, Gempa Garut (M=3,7) pada 18 Juli 2017, Gempa Banjarnegara (M=4,4) pada 18 April 2018, serta Gempa Lebak (M=4,4) pada 7 Juli 2018.
Belakangan pada 3-4 September 2020 muncul gempa-gempa darat yang dangkal yang serupa itu. Rentetan gempa itu terjadi di Dieng (M=2,2) pada 3 September oleh sesar lokal dan Gempa Bantul (M=3,1) dari zona Sesar Opak.
Gempa Sukabumi dua hari berkekuatan 2,7 dan 3,3 Magnitudo dari sesar aktif zona Cipamingkis pada Kamis dan Jumat. “Gempa akibat aktivitas sesar aktif, meskipun magnitudonya tidak terlalu besar maka patut diwaspadai,” ujar Daryono.
Keberadaan sesar aktif yang jalurnya dekat kawasan permukiman disebutnya sangat berisiko menimbulkan kerusakan, bahkan korban jiwa. Bangunan yang kualitasnya kurang baik dapat melukai juga membunuh orang ketika terjadi gempa.
Baca juga:
Konstruksi Jalan Berjaringan 5G untuk Mobil Tanpa Sopir di Cina
“Kami akan terus mengimbau agar masyarakat serius dalam mewujudkan bangunan rumah tahan gempa serta memahami apa yang harus dilakukan sesaat setelah terjadi gempa bumi,” katanya.