TEMPO.CO, Jakarta - Institut Riset Gamaleya di Kementerian Kesehatan Rusia membantah vaksin Covid-19 Sputnik V yang dikembangkannya berisiko lebih tinggi terhadap infeksi HIV. Penyebabnya, human adenovirus yang digunakan dalam metode viral vector untuk pengembangan vaksin tersebut.
Denis Logunov, Wakil Direktur Kinerja Ilmiah di Institut Riset Gamaleya, menyatakan tidak ada alasan ilmiah atas peningkatan risiko itu. Dia balik menyatakan kalau berita riset yang disebut-sebut menyimpulkan itu adalah berita bohong.
Menurutnya, manusia memang terinfeksi oleh adenovirus tetapi tidak ada satu pihak pun yang dapat membuktikan bahwa orang yang terinfeksi adenovirus sebelumnya menjadi lebih sensitif terhadap HIV. "Vektor adenovirus sangat aman," kata Logunov yang berbicara dari Moskow, Rusia, dalam pemaparan media secara virtual yang diikuti ANTARA di Jakarta, Jumat malam 4 September 2020.
Rusia mengembangkan Sputnik V berdasarkan platform human adenovirus--virus penyebab flu pada umumnya--dengan menggunakan dua komponen, yaitu serotipe adenovirus 26 (Ad26) dan serotipe adenovirus 5 (Ad5). Uji klinis tahap awal dari vaksin itu baru saja diumumkan kalau seratus persen relawan menunjukkan respons imun tubuh terhadap Covid-19.
Antibodi yang berhasil dibangkitkannya bahkan disebut sampai 1,5 kali lebih kuat daripada yang ditemukan pada pasien sembuh. Adapun uji klinis dalam skala luas atau tahap tiga baru saja bergulir. Izin digunakan yang diberikan Pemerintah Rusia sebelum uji klinis rampung seluruhnya itu yang sempat memicu kecaman luas dari ilmuwan dunia terhadap vaksin Sputnik V.
Sedang perkembangan terbaru adalah sejumlah ilmuwan Barat mengkhawatirkan vaksin dengan basis Ad5 dapat meningkatkan kemungkinan infeksi HIV. Dalam sebuah riset pengujian vaksin berbasis Ad5 oleh perusahaan farmasi Merck pada 2004 menunjukkan itu, yakni orang dengan imunitas yang sudah terbentuk menjadi lebih rentan terhadap virus penyebab sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) tersebut.
"Saya akan merasa khawatir tentang penggunaan vaksin-vaksin itu di negara manapun, atau masyarakat manapun, yang mempunyai risiko HIV, dan itu termasuk pula negara ini," kata Larry Corey, pimpinan Jaringan Pencegahan Vaksin Virus Corona di Amerika Serikat, yang juga memimpin riset Merck 2004.
Pemimpin Eksekutif Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF) Kirill Dmitriev, dalam pemaparan yang sama pada Jumat, balik mempertanyakan vaksin Covid-19 negara-negara Barat yang dikembangkan dengan basis MMR (gondong, campak, rubella) dan chimpanzee adenovirus (ChAd). RDIF adalah yang mendanai pengembangan Sputnik V.
Baca juga:
Tawarkan Vaksin Covid-19 kepada Indonesia, Dubes Rusia: Belum Direspons
"Sekarang kami menanyakan satu hal kepada perusahaan farmasi Barat: dapatkah Anda menunjukkan kepada masyarakat riset jangka panjang mengenai keamanan ... efek samping dari platform vaksin yang sepenuhnya baru Anda kembangkan?" kata Dmitriev.