TEMPO.CO, Baringo - Danau air tawar Baringo di Kenya selama ini menjadi rumah bagi burung-burung, ikan, kudanil, buaya serta memberi kehidupan bagi ribuan manusia. Situasinya kontras dengan Danau Bogoria di dekatnya yang sangat basa (alkalin), tak satupun dari burung hingga manusia yang bisa bertahan di sana.
Tapi, sekarang, dengan curah hujan yang kerap ekstrem dan kerusakan lingkungan, kedua danau terancam meluap dan menyatu. Jika itu terjadi maka bencana bagi ekologi. "Kini tersisa sedikit saja jarak antara keduanya," kata Jackson Komen, penjaga kawasan konservasi Danau Baringo di Kenya Wildlife Service (KWS), dikutip dari Reuters, Jumat 4 September 2020.
Menurutnya, Danau Baringo, yang menjadi sumber irigasi dan air minum, telah bertambah luas 60 persen menjadi 270 kilometer persegi dalam tujuh tahun terakhir. Sedang Danau Bogoria bertambah 25 persen menjadi 43 kilometer persegi.
Para ahli konservasi mengatakan air danau bertambah tinggi karena kombinasi curah hujan ekstrem dan pendangkalan danau. Tor-Gunnar Vanegen, peneliti di World Agroforestry Centre yang berbasis di Nairobi, mengatakan penggundulan hutan menyebabkan erosi dekat perbukitan Tugen hills dan tanah tersapu ke dalam danau.
"Pendangkalan yang terjadi menyebabkan air danau meluap," katanya. Jejak luapan air danau sangat jelas karena telah memaksa petani meninggalkan lahannya dan tempat-tempat tinggal bergeser menjauh.
Baca juga:
THE World University Rankings 2021: Ini 10 Daftar Perguruan Tinggi Top Dunia
Murray Roberts, termasuk korban dari perubahan lingkungan itu. Kamp safari peninggalan kakek-neneknya kini telah terendam dan hanya tampak atapnya saja. Sementara itu, jarak daratan kering antara Danau Baringo dan Bogoria telah terpangkas setengah.
"Sangat menyedihkan melihat semua ditelan air," kata Roberts. Sedang Lechaki Parsaalach, seorang petani pinggir danau, mengatakan, "Saya tak bisa lagi bertahan dan harus pindah, memulai lagi dari awal di lahan baru."