TEMPO.CO, Jakarta - Pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan adanya potensi La Nina yang berpotensi mengakibatkan peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia pada saat musim hujan nanti. Hal tersebut sejalan dengan prediksi institusi meteorologi dunia yang juga menyatakan ada peluang munculnya anomali iklim tersebut.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan bahwa La Nina berkaitan dengan lebih dinginnya muka laut di Samudera Pasifik ekuator dan lebih hangatnya muka laut wilayah Indonesia. Perbedaan suhu muka laut itu mempengaruhi perbedaan tekanan udara di atasnya dan pergerakan massa udara.
"Sehingga menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis yang dibagikannya, Senin 7 September 2020,
Tak hanya La Nina di Samudera Pasifik, Dwikorita juga mengungkap adanya anomali sejenis di Samudera Hindia yakni Indian Ocean Dipole atau IOD. Pemantauan menunjukkan kondisi IOD negatif yang berarti suhu muka laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera lebih hangat dibandingkan sebelah timur Afrika.
Hal ini juga menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia dan menghasilkan peningkatan curah hujan, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian barat. "Kondisi IOD negatif berpeluang bertahan hingga akhir 2020," katanya.
Kondisi La Nina dan IOD negatif tersebut diprediksi mengakibatkan sebagian wilayah Indonesia atau 27,5 persen zona musim berpotensi mengalami musim hujan yang cenderung lebih basah dari pada rata-rata klimatologisnya. Musim hujan itu sendiri diperhitungkan akan datang bertahap dimulai dari wilayah Indonesia Barat mulai akhir Oktober nanti.
Baca juga:
Pasien Covid-19 Sembuh kok Bisa Positif Lagi, Ini 3 Pertanyaan dari Peneliti
"Sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada Januari dan Februari 2021 yaitu sebanyak 248 Zona Musim (ZOM)," kata Dwikorita.