TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti dari University of Florida (UF), Amerika Serikat, sedang mempelajari tiga obat antivirus sebagai pengobatan potensial melawan Covid-19. Obat yang sedang diteliti itu, yaitu galidesivir, remdesivir dan favipiravir, telah disetujui secara federal untuk penyakit lain, atau diuji sebagai terapi antivirus.
Ashley Brown, profesor dari UF College of Medicine menjelaskan alasan mengapa memilih obat tersebut untuk diteliti. "Kami memilih meneliti obat ini untuk efektivitas melawan Covid-19 karena mereka paling menjanjikan untuk aktivitas antivirus spektrum luas," kata Brown, seperti dilaporkan Fox News, Rabu, 9 September 2020.
Sebelumnya, pada akhir Agustus 2020 lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) memperluas ruang lingkup persetujuan penggunaan darurat remdesivir untuk dimasukkan dalam pengobatan semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan dugaan atau dikonfirmasi terinfeksi Covid-19.
Trio obat yang diteliti di UF, menurut Brown, dikenal sebagai penghambat polimerase nukleosida atau NUC yang bekerja dengan mengganggu proses replikasi virus. "Saya mencatat remdesivir dan galidesivir telah menunjukkan aktivitas penting dalam menekan virus, sementara favipiravir kurang efektif," tutur Brown.
Penelitian ini sedang berlangsung di UF Institute for Therapeutic Innovation in Orlando, bagian dari departemen kedokteran perguruan tinggi. Penelitian ini didanai oleh UF Clinical and Translational Science Institute yang menggelontorkan dana US$ 2 juta (setara Rp 30 miliar) awal tahun ini dalam upaya mendukung penelitian terkait Covid-19.
Saat ini, obat favipiravir telah disetujui untuk mengobati influenza di Jepang. Sementara para peneliti mengatakan galidesivir pertama kali dirancang untuk mengobati hepatitis C, tapi sejak itu menunjukkan aktivitas melawan virus Ebola dan Zika.
Cara kerja obat yang sedang diteliti adalah selama proses replikasi virus, senyawa obat diambil dan dimasukkan ke dalam materi genetik virus yang baru terbentuk. Tindakan itu--semacam kesalahan genetik--menghentikan proses replikasi genetik dan menghentikan virus. "Senyawa itu juga dapat menyebabkan mutasi genetik laten di dalam virus yang mencegahnya mereplikasi," ujar Brown.
Brown berharap terapi itu bisa diberikan secara intravena bagi pasien yang telah mengembangkan Covid-19 sepenuhnya, atau diberikan sebagai terapi oral kepada orang yang dites positif.
Brown berkolaborasi dengan Jurgen Bulitta, profesor farmakoterapi dan penelitian translasi di College of Pharmacy dan George Drusano profesor di College of Medicine. "Kami ingin menentukan aturan dosis yang menghasilkan pemulihan tercepat dan toksisitas paling sedikit bagi pasien," kata Bulitta menambahkan.
Bulitta juga mengatakan memahami dan melaksanakan studi obat dalam jangka waktu singkat adalah bukti kekuatan kolaborasi di UF. Dengan penelitian tentang kemanjuran antivirus, timnya terlibat dalam mengembangkan pengujian baru untuk pengukuran konsentrasi intraseluler.
"Dan saya sendiri yang mengerjakan pemodelan matematika, kami telah menjadikan misi kami untuk mengembangkan terapi yang efektif melawan SARS-CoV-2," ujar dia.
Mengidentifikasi obat yang efektif melawan virus SARS-CoV-2 hanyalah langkah pertama. Para peneliti juga harus menentukan dosis optimal dan berapa kali bisa diberikan dengan aman. Selain itu, mengumpulkan data dan mengembangkan protokol adalah langkah menuju uji klinis potensial.
FOX NEWS | UF HEALTH | NEWS 4 JAX