TEMPO.CO, Solo - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta merancang alat bantu dengar dan bicara berupa aksesoris headband. Alat tersusun dari deretan modul getar yang aktif lewat perantaraan Google Assistant pada smartphone Android.
Setiap suara yang diterima oleh "Google Assistant" akan dikirim ke alat tersebut untuk kemudian diubah menjadi pola getaran. Dari pola getaran itulah diharapkan seorang disabilitas tuna rungu akan mendapat pengalaman dalam mengenali suara.
"Dengan begitu seorang tuli bisa belajar berbicara berdasarkan pola getaran yang terbentuk," kata satu di antara mahasiswa itu asal Sekolah Vokasi UNS Andayani Yuwana Sari, Jumat 11 September 2020.
Ia mengatakan sejauh ini alat tersebut masih dalam bentuk rancangan yang masih akan dilanjutkan dengan pembuatan alat secara fisik. Peluang untuk merealisasikannya terbuka setelah rancangan itu berhasil mendapat hibah senilai Rp 4,5 juta dalam Program Kreativitas Mahasiswa 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rancangan headband untuk penyandang disabilitas tuna rungu itu sendiri dibuat Andayani bersama Henry Probo Santoso dari Fakultas Teknik UNS, Rizqi Misbkahus Suroya dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS, dan Ahmad Baktiar Kris Aziz dari Sekolah Vokasi UNS. "Kami menunggu event di PKM untuk selanjutnya bisa menciptakan alat ini," kata Andayani.
Dia menerangkan bertujuan mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Ramah Difabel dengan inovasi tersebut. Rancangan itu lalu dipilih karena masih banyak penyandang tuli yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan kurang efektifnya alat bantu dengar yang digunakan.
Baca juga:
Penelusuran ITS Ditulis Institut Teknologi Surabaya yang Ramai di Medsos
"Alat bantu dengar sebenarnya sudah banyak tetapi ternyata banyak teman tuli tidak begitu menyukainya karena saat digunakan alat menimbulkan distorsi, membuat telinga sakit, terasa berdengung, serta bising ketika mendengar banyak suara," katanya.