TEMPO.CO, Jakarta - Oxford University pada Rabu, 16 September 2020, mengabarkan hasil peninjauan terkait uji klinis vaksin AstraZeneca yang sempat tertunda awal bulan ini.
Pada pengumuman yang tertera di dokumen informasi calon peserta uji coba tersebut, tertulis penyakit yang muncul pada salah satu peserta uji coba vaksin bisa jadi bukan karena vaksin AstraZeneca.
“Setelah peninjauan independen, penyakit yang muncul dianggap tidak berhubungan dengan vaksin atau tidak cukup bukti untuk mengatakan penyakit itu akibat suntik vaksin,” tulis keterangan Oxford University di dokumen tersebut.
Sayangnya, informasi itu hanya dimuat dalam dokumen untuk calon peserta uji coba. Melansir Reuters, pada Jumat, 18 September 2020, belum ada keterangan lebih lanjut baik dari pihak Oxford University maupun AstraZeneca.
Sementara itu, melansir CNN, cara AstraZeneca dalam mengabarkan kondisi pasien dan relawan lain memunculkan kekhawatiran bagi beberapa ilmuwan. Mereka mulai mempertanyakan transparansi uji coba yang dilakukan AstraZeneca.
“AstraZeneca perlu lebih terbuka dengan potensi komplikasi dari vaksin yang nantinya akan digunakan jutaan orang,” ujar Direktur Klinis Intramural dan pimpinan penelitian virus di National Institute of Neurogical Disorders and Stroke, Dr. Avindra Nath, dikutip dari CNN.
Dia juga mengatakan, saat ini vaksin menjadi harapan semua orang, dan komplikasi pada vaksin bisa mengancam keberhasilan produksi vaksin tersebut.
Hal yang sama diutarakan oleh ahli vaksin di Baylor College of Medicine, Dr. Peter Hotez. Menurutnya, transparansi dan kepercayaan masyarakat merupakan kunci mengakhiri pandemi. Bukan tidak mungkin masyarakat tidak mau mengkonsumsi vaksin Covid-19, terlebih jika mereka tidak percaya.
AstraZeneca sendiri dua kali menyebutkan bahwa peserta uji coba yang mengalami penyakit tersebut didiagnosis dengan myelitis tranversal. Perusahaan itu juga mengatakan, menurut ahli syaraf yang menjadi konsultan pada kasus tersebut, peserta itu mengalami gejala yang sesuai dengan myelitis transversal. Selain itu, The New York Times juga mengutip sumber yang menyatakan peserta uji coba telah mengalami myelitis.
Tidak lama berselang, AstraZeneca menyampaikan laporan pada media. Berbanding terbalik dengan diagnosis sebelumnya, AstraZeneca mengatakan diagnosis myelitis transversal tidak benar. Selain itu, pada dokumen calon peserta uji coba yang dikeluarkan Oxford University, pihak universitas juga menggambarkan peserta uji coba yang mengalami sakit dengan gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan.
REUTERS | CNN | MUHAMMAD AMINULLAH | EZ