TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan gempa dan tsunami raksasa akan berulang di jalur-jalur tunjaman lempeng atau yang juga disebut zona subduksi. "Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," kata Eko saat dihubungi, di Jakarta, Jumat 25 September 2020.
Dia menuturkan kalau tim di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI telah meneliti tsunami purba di pantai Lebak, Pangandaran, Cilacap, Kutoarjo, Kulonprogo dan Pacitan sejak 2006 lalu. Tim menemukan endapan tsunami berumur 300 tahun di sepanjang pantai itu.
Di Lebak, misalnya, tsunami tersebut mengendapkan batang-batang kayu di suatu rawa 1,5 kilometer dari garis pantai. Di Pangandaran, Eko mengungkapkan, tsunami itu menghancurkan mangrove. Sedang penelitian di lokasi bandara internasional baru di Kulonprogo menemukan pasir yang kaya akan jasad renik penghuni laut dalam, foraminifera dan radiolaria.
"Lokasi-lokasi endapan purba tersebut berada hingga 2,5 kilometer dari garis pantai. Artinya, tsunami merangsek daratan setidaknya sampai sejarak itu," kata Eko.
Menurut Eko, jika lempeng benua di selatan Jawa sepanjang 800 kilometer bergeser, gempa magnitudo 9 dapat terjadi. Acuannya adalah tsunami Aceh 2004 dipicu gempa magnitudo 9,1 akibat pergeseran lempeng sepanjang 1.300 km. Tsunami Jepang 2011 dipicu gempa magnitudo 9 juga akibat pergeseran lempeng yang sepanjang 500 kilometer.
Dari hitungan hipotetik ahli geofisika Amerika, MacCaffrey, jalur subduksi atau tunjaman lempeng selatan Jawa berpotensi memicu gempa magnitudo 9,6 yang berulang 675 tahun sekali. Eko mengatakan, kalkulasi serupa untuk pantai barat Sumatera adalah 525 tahun.
"Penelitian tsunami berhasil mengkonfirmasi hitungan hipotetik itu, bahwa tsunami serupa 2004 pernah terjadi 550 tahun lalu," katanya.