Hingga saat ini, metode tes Covid-19 dibagi menjadi dua kategori. Pertama, tes diagnostik seperti PCR dan antigen. Keduanya bekerja dengan mendeteksi bagian-bagian dari virus.
Kedua, tes antibodi. Tes ini mencari molekul yang biasa dihasilkan tubuh ketika ada infeksi virus. Banyak antibodi butuh beberapa hari berselang dari kedatangan infeksi untuk terbentuk dan sering sekali masih tinggal dalam darah selama beminggu-minggu setelah infeksi berlalu atau sembuh. Jadi tingkat akurasi tes ini terbatas.
Sebaliknya dengan tes PCR sensitivitas tinggi yang hampir 100 persen akurat dalam mendeteksi seseorang terinfeksi virus corona Covid-19 atau tidak. Tapi tes dengan alat ini membutuhkan profesional, reagen yang spesifik, dan mesin mahal yang butuh berjam-jam untuk mengeluarkan hasilnya.
Tes antigen bisa memberi hasil kurang dari 30 menit, tak butuh laboratorium, dan murah. Sama seperti tes PCR, sampelnya diambil dari swab atau usap lendir di hidung maupun tenggorokan. Beberapa perusahaan bahkan mengembangkan cara untuk bisa memeriksa sampel dari air ludah yang lebih memudahkan.
Sampel lalu dicampur dengan larutan yang berfungsi memecah virus dan membuat protein spesifiknya terlepas. Campuran larutan dan sampel lalu diteteskan ke atas kertas berisi antibodi yang telah didesain akan mengikatkan diri ke protein-protein itu--jika ada di sana. Hasil tes positif bisa dideteksi dari ikatan yang terbentuk yang biasa ditandai dengan kemunculan warna fluoresens ataupun pita gelap pada kertas.
Calon penumpang kereta api jarak jauh mengikuti Rapid Tes Covid-19 di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Senin, 27 Juli 2020. PT KAI bekerjasama dengan PT Rajawali Nusindo untuk penyediaan fasilitas Rapid Tes Covid-19 untuk pengguna jasa kereta api jarak jauh. TEMPO/Muhammad Hidayat
Tapi kecepatan mengorbankan sensitivitas. Kalau tes PCR dapat mendeteksi satu molekul RNA dalam setiap mikroliter larutan, tes antigen butuh satu sampel mengandung ribuan, bahkan puluhan ribu, partikel virus per mikroliter larutan untuk bisa menyatakan hasil positif. Jadi, jika seseorang memiliki virus dalam jumlah sedikit dalam tubuhnya, hasil tes negatif yang diberikan bisa saja palsu.
Baca juga:
UGM Kembangkan Alat Tes Covid-19 Lewat Napas, Akurasi Uji 97 Persen
Sebagai ilustrasi, ketika digunakan pada sampel dari orang-orang yang sudah terkonfirmasi positif menggunakan tes PCR, alat tes antigen Abbott bisa sesuai 95-100 persen jika sampel diambil dalam seminggu sejak gejala muncul. Tapi jika sampel diambil lebih dari seminggu, hasil positif yang diberikan turun ke 75 persen. Itu sebabnya deteksi antigen bisa memberi hasil negatif palsu tapi bisa cukup bisa digunakan untuk identifikasi masa puncak infeksi.
MUHAMMAD AMINULLAH | ZW | NATURE | FDA