TEMPO.CO, Jakarta - Ketika belum ada terapi efektif Covid-19 yang telah disetujui semua kalangan, beberapa rumah sakit telah merawat pasiennya yang bergejala berat dengan plasma konvalesen. Ini adalah praktik donor antibodi lewat plasma darah pasien yang sudah sembuh.
Dicoba juga di Indonesia, belum ada bukti terapi ini efektif dalam sebuah uji yang acak. Namun beberapa studi retrospeksi memberi dugaan terapi ini bisa mengurangi tingkat keparahan penyakit infeksi virus corona 2019 itu dan memangkas periode rawat inap di rumah sakit.
Baca juga:
Terapi Plasma Darah Disebar ke 29 RS untuk Uji Klinis Tahap 2
Masalahnya, satu hasil studi mengungkapkan kalau kadar antibodi dalam darah pasien Covid-19 ikut drop dengan cepat pada pekan-pekan setelah jumlah virus berkurang dalam tubuh dan gejala penyakit mereda. Hasil studi itu dimuat dalam mBio, jurnal umum Masyarakat Mikrobiologi Amerika, edisi 16 Oktober 2020, dan dikutip Scitech Daily.
Tim peneliti dalam studi itu menuliskan, jika memang terapi plasma konvalesen bisa efektif, maka plasma darah harus 'dipanen' pada periode spesifik setelah si pasien sembuh. Catatan disertakan di sana bahwa pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh tidak bisa langsung mendonasikan darahnya, tapi harus menunggu sampai setidaknya 14 hari untuk memastikan tubuhnya sudah bersih dari virus itu.
"Karena kami tidak ingin transfusi virus, hanya transfusi antibodinya," kata Andrés Finzi dari University of Montreal, Kanada, anggota tim peneliti itu. Dia menambahkan, "Tapi pada waktu yang sama, studi kami menunjukkan kalau kapasitas plasma darah untuk mampu menetralisir partikel virus sudah menurun di pekan-pekan pertama pasca kesembuhan."
Dia menerangkan, protein paku SARS-CoV-2 memiliki peran kunci dalam membantu virus mencengkeram dan menginvasi sel-sel. Antibodi yang diproduksi sistem imun tubuh bekerja mencegah infeksi tersebut dengan mengikatkan diri ke sebagai protein paku itu dan membuatnya 'tumpul'.
Dalam studi sebelumnya, kadar antibodi pelawan virus corona Covid-19 itu memuncak 2-3 minggu setelah munculnya gejala. Sedang temuan dari studi Finzi dkk, yang melibatkan lebih dari 100 pasien, mendapati petunjuk kemampuan plasma untuk menetralisir virus itu mulai berkurang signifikan antara 3 sampai 6 minggu setelah gejala pertama muncul.
Finzi dkk menganalisa sampel darah yang dikumpulkan dalam interval satu bulan dari 31 individu yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Mereka mengukur kadar imunoglobulin yang beraksi melawan protein paku virus corona dan menguji kemampuan antibodinya menetralisir virus.
Para peneliti mengamati adanya variasi kadar antibodi di tiap pasien namun mengidetifikasi satu sinyal yang konsisten secara keseluruhan: Kadar imunoglobulin G, A, dan M yang menarget protein paku berkurang antara 6-10 minggu setelah gejala muncul. Dalam periode yang sama, kemampuan antibodi menetralisir virus juga drop.
Baca juga:
Distribusi Plasma Darah untuk Pasien Covid-19 Disoal, Amerika Bimbang
Tim yang beranggotakan 19 peneliti itu telah melanjutkan studinya dengan meneliti sampel darah dari lebih banyak pasien. Mereka meyakini, memahami bagaimana kadar antibodi berubah menurut waktu akan sangat penting tidak hanya untuk optimasi terapi plasma konvelesen. Tapi juga memahami efikasi vaksin dan apakah seseorang yang sudah terinfeksi Covid-19 masih akan berisiko terinfeksi ulang.
Dengan kata lain, Finzi mengatakan, "Berapa lama antibodi akan melindungimu?"