TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjalin kerja sama dengan PT Garam dalam rangka meningkatkan kualitas garam rakyat menjadi garam industri serta meningkatkan produktivitasnya.
Saat ini kualitas garam lokal belum memenuhi standar garam industri karena kandungan NaCl yang lebih rendah dan pengotor (impurities) yang melebihi standar. Sementara kebutuhan garam nasional meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri.
BPPT telah melakukan inovasi teknologi untuk mengolah garam rakyat menjadi garam industri yang dapat meningkatkan kualitas garam menjadi setara garam industri. Pada kesempatan ini BPPT membuat model peralatan proses pemurnian dengan skala produksi 40.000 ton per tahun.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan bahwa pilot project itu merupakan contoh peralatan yang terdiri dari unit pencucian paling lengkap yang terdiri dari tiga jenis mesin pencucian garam. Dengan peralatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas garam rakyat yang paling rendah menjadi garam industri.
Implementasi di ladang pegaraman dapat dibuat menyesuaikan dengan kondisi bahan baku garam krosok yang dihasilkan. Dengan inovasi ini dapat mengolah aram rakyat dengan kandungan NaCl kurang dari 92 persen menjadi lebih dari 98 persen yang memenuhi SNI.
Baca juga:
"Rencana impor garam berdasarkan neraca garam tahun 2020 mencapai 2,9 juta ton. Pada saat ini garam konsumsi sekitar 2 juta ton per tahun sudah dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri, tetapi garam industri masih 100 persen impor," ucap Hammam saat sambutan acara MoU BPPT dengan PT Garam di Gresik, Selasa, 3 November 2020.
Untuk memenuhi kebutuhan garam aneka pangan yang saat ini masih impor perlu dibangun pabrik garam industri dengan kapasitas yang sama dengan di Gresik, di sejumlah wilayah sesuai rencana pembangunan industri garam nasional, mulai dari Aceh, Jawa, Madura, Sulawesi, NTB dan NTT.
Direktur utama PT Garam Ahmad Didi Ardianto mendukung penuh upaya riset flagship nasional bersama BPPT agar garam bisa berdaulat di Indonesia.
"Proses ini akan berjalan cukup panjang dan kita harus tetap semangat untuk mewujudkannya. Kami PT Garam siap mendukung program ini dan berharap PT Garam dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara dalam hal ini dengan BPPT," ucap Didi.
Untuk meningkatkan produksi garam lokal, BPPT menyiapkan konsep produksi garam tanpa lahan penggaraman atau dengan memanfaatkan rejected brine PLTU. Diharapkan dengan berdirinya pabrik garam PLTU tersebut maka dapat memproduksi garam industri atau memotong proses dengan menghasilkan brine atau larutan garam industri yang dapat langsung digunakan oleh industri CAP (Chlor Alkali Plant).
Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri yang hadir dalam kegiatan ini mengatakan bahwa Komisi VII DPR selalu bekerja sama dengan BPPT tentang bagaimana industri kita tidak bergantung pada produk impor baik untuk industri garam maupun industri lainnya.
"Sudah tidak ada alasan lagi untuk impor garam, saya secara pribadi selalu mengapresiasi kerja keras BPPT untuk menjadikan garam rakyat menjadi garam industri," kata Roro.
Program swasembada garam nasional memiliki sasaran antara lain untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi dan garam industri, meningkatkan daya saing produksi garam rakyat menuju kemandirian dan melepaskan ketergantungan terhadap garam impor serta mewujudkan kelembagaan yang dapat memperjuangkan petambak garam. BPPT siap mendukung dari aspek teknologinya yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat.